Oligohidramnion : Gejala, Pemeriksaan hingga Terapi

oligohidramnion

Oligohidramnion adalah kondisi abnormal yang terjadi selama kehamilan karena kekurangan cairan amnion. Cairan amnion berperan penting dalam perkembangan fetus, dan ketika defisiensi maka dapat memicu sequensi oligohidramnion atau sequensi potter yang dicirikan dengan tampakan irreguler fetus.

Onset kelainan ini biasanya terjadi selama trimester ketiga atau lebih. Lawan dari oligohidramnion adalah polihidramnion dimana terjadi berlebihan cairan amnion dalam uterus.

Bacaan Lainnya

Etiologi Oligohidramnion

Pada kebanyakan kasus, kelainan ini bersifat idiopatik dimana banyak ahli masih mencoba mencari secara ilmiah penyebab yang mendasarinya. Urin fetus adalah pembentuk utama cairan amnion selama fase akhir kehamilan. Sehingga, pengurangan produksi urin fetus pada bebera[pa kehamilan irreguler, misal terjadi obstruksi saluran urin bayi akan memicu kelainan ini.

Tanda dari rendahnya amnion pada trimester kedua, mengindikasikan adanya abnormalitas fetus. Faktor yang mendasari biasanya :

A. Penyebab dari Fetus

  1. Pecahnya membran amnion : kadang-kadang, cairan amnion merembes keluar melalui celah kecil dan lubang kecil pada membran amnion yang memicu kelainan ini. Ini dapat terjadi pada semua stage kehamilan tetapi sering muncul saat akan lahir atau ketika akan persalinan.
  2. Abnormalitas Fetus : adanya agenesis renal atau kelainan lainnya dari renal seperti ginjal polikistik pada fetus akan mengurangi produksi urin.
  3. Faktor Genetik : gen abnormal bawaan autosomal resesif dan autosomal dominan dapat terjadi.

B. Penyebab Plansetal Maternal

  1. Abruptio Plasenta : abnormalitas plasenta seperti abruptio plasenta akan menyebabkan plasenta keluar dari dinding uterus dalam, yang menyebabkan defisiensi cairan amnion. Adanya aliran darah plasenta irreguler dan suplai nutrisi dapat mencegah bayi memroduksi urin yang memicu komplikasi serius.
  2. Twin-twin Tranfusion Syndrome : wanita hamil dengan kehamilan kembar dan ganda berisiko tinggi memiliki kadar cairan amnion sedikit. TTTS (twin-twin tranfusion syndrome) adalah kondisi dimana salah satu bayi dari kembar menerima suplai darah lebih banyak dari lainnya yang memicu oligohidramnion juga.
Baca Juga:  IUGR (Intrauterine Growth Retriction) : Bayi Kecil

C. Penyebab Induksi Obat Tertentu

Penggunaan obat golongan NSAID seperti indometasin dan ACE (angiotensin converting enzim inhibitor) dapat memicu oligohidramnion

Faktor Risiko Oligohidramnion

Faktor risiko dari kelainan ini adalah tekanan darah tinggi (hipertensi kronis), dehidrasi, diabetes melitus, preeklamsia, hipertensi dan lupus eritematosus.

Manifestasi Klinis Oligohidramnion

Gejala mungkin tidak dapat dideteksi. Pada kasus dengan rupturnya kantung amnion, maka akan keluar cairan dari vagina. Umbilikus juga terlihat lebih kecil dibanding normal dan harus diketahui usia kehamilannya dibandingkan dengan lingkar perut dan tinggi fundus uteri.

Kelainan yang terjadi selama trimester satu dan kedua akan memicu komplikasi serius dibandingkan terjadi pada trimester ketiga. Kelainan tersebut seperti :

  1. Defek Lahir : malformasi atau ketidakadanya organ internal dan eksternal di bayi baru pahir seperti club foot dan displasia panggul.
  2. Lahir Prematur : melahirkan sebelum usia 37 minggu kehamilan
  3. Keguguran : matinya bayi pada uterus sebelum usia 20 minggu kehamilan
  4. Stillbirth : matinya bayi pada uterus setelah usia 20 minggu kehamilan
  5. matinya bayi sesaat setelah melahirkan

Oligohidramnion dapat memicu masalah serius ketika terjadi selama trimester ketiga, diantaranya:

  1. IUGR (restriksi perumbuhan fetus)
  2. komplikasi penekanan tali pusar selama melahirkan atau saat melahirkan dimana tali pusar bertanggung jawab membawa oksigen dan nutrisi ke fetus, sehingga apabila ada kompresi dan penekanan akan mencegah bayi mendapatkan nutrisi dan oksigen yang cukup.
  3. Operasi Sesar : tindakan pembedahan untuk melahirkan bayi dari abdomen dan uterus dengan incisi pada abdomen ibu.

Pemeriksaan Oligohidramnion

  1. Pemeriksaan USG

USG sangat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis dan juga membantu menentukan diferensial diagnosis. Ini sering digunakan untuk mengidentifikasi ginjal fetus dan vesica urinaria untuk menyingkirkan kemungkinan displasia cystik, agenesis renal dan obstruksi ureteral.

Baca Juga:  KB Spiral atau IUD : Manfaat hingga Efek Samping

Pemeriksaan ini juga sangat berguna untuk memeriksa pertumbuhan fetus untuk mengeliminasi kemungkinan IUGR (intrauterin growth retriction) yang memicu oligouria. Bentuk spesifik USG dinamakan USG doppler yang digunakan untuk memeriksa insufisiensi plasenta jika disuspekkan. Kriteria diagnosis meliputi:

  • Cairan amnion lebih rendah dibandingkan 5 cm
  • Tiak adanya kedalaman 2-3 cm pada kantung cairan
  • Volume total cairan amnion dibawah 500 ml antara usia kehamilan minggu ke 32-36.
  1. Pemeriksaan Amniotik Fluid Index (AFI)

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk memeriksa volume cairan amnion (AFV), dengan AFI yang sering digunakan. Sekitar 8% kehamilan wanita memiliki kadar cairan amnion rendah dengan 4% terdiagnosis oligohidramnion.

  1. Maksimum Vertical Porcket (MPV) dan Steril speculum

pemeriksaan MPV ini memeriksa kadar cairan amnion di kedalaman uterus. Sedangkan pemeriksaan steril spekulum membantu mendeteksi adanya ruptur membran amnion (PPROM) yang memicu oligohidramnion.

  1. Pemeriksaan Darah Maternal

Pemeriksaan darah, seperti skrining serum maternal dapat dilakukan untuk mendeteksi rendahnya kadar cairan amnion pada uterus sebagaimana menentukan kemungkinan bayi terlahir dengan kelainan kongenital seperti spina bifida dan sindrom down.

Tatalaksana Oligohidramnion

Wanita dengan kehamilan sehat yang mengalami oligohidramnion ringan tidak membutuhkan pengobatan apapun. Pemeriksaan dan monitoring denyut jantung, perkembangan paru bayi dan gerakan menggunakan USG tetap dilakukan.

Komplikasi oligohidramnion meliputi hipoplasia pulmoner, sindrom amniotik band, sindrom fetal compression, dan peningkatan risiko infeksi fetus yang memicu rupturnya membran amnion prolonge (PPROM). Pada kasus berat, membutuhkan penanganan berikut ini:

  1. Amnioinfusion

Meliputi larutan NaCl pada suhu ruangan dimasukkan ke cavitas amnion menggunakan kateter intrauterin untuk menjaga kadar dan volume cairan amnion normal.

  1. Vesico-amniotic Shunt

Menginjeksikan cairan melalui amniosentesis. Meskipun kondisi ini dapat kembali lagi dalam beberapa minggu setelah pemberian injeksi, ini dapat digunakan untuk mengetahui anatomi fetus dan menentikan pengobatan selanjutnya.

  1. Rehidrasi Maternal

Menggunakan cairan oral dan intravena untuk merehidrasi ibu membantu meningkatkan cairan amnion. Ini juga menjadi alasan ibu harus minum air putih.

  1. Bed-rest

Selain rehidrasi dan langkah diatas, membantu produksi cairan amnion dengan istirahat dan bed rest akan meningkatkan cairan intra vaskuler. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan jika kasus berat terjadi pada trimester pertama.

Baca Juga:  Retensi Plasenta  : Gejala, Pemeriksaan dan Penanganan

Pencegahan Oligohidramnion

  1. Konsultasi ke dokter sebelum meminum obat, vitamin dan herbal
  2. makan makanan teratur dan bergizi terutama ibu dengan diabetes
  3. minum cairan yang cukup agar tidak dehidrasi
  4. olahraga teratur dan menjauhi merokok
  5. rutin memeriksakan diri ke pusat kesehatan untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada fetal

Oleh: dr. M. Wiwid Santiko

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *