Litotripsi adalah prosedur medis yang digunakan untuk mengobati batu ginjal, dan batu lain seperti batu di empedu dan di hepar. Cara mengobati batu ginjal perlu diketahui. Batu ginjal sendiri terjadi ketika mineral dan maerial dari urin mengeras membentuk Kristal di ginjal, membentuk massa keras dan membantu. Ini terdiri dari krista tajam, kecil atau halus. Biasanya batu kecil akan keluar sendiri selama buang air kecil.
Meskipun kadang-kadang tubuh tidak dapat mengeluarkan batu yang besar melalui buang air kecil. Kondisi ini dapat merusak ginjal. Seseorang dengan batu ginjal mungkin akan mengalami perdarahan nyeri yang hebat dan infeksi saluran kemih. Ketika batu mulai terbentuk maka akan menyebabkan masalah, sehingga disarankan pengobatan litotripsi.
Bagaimana Cara Kerja Pengobatan Litotripsi?
Litotripsi menggunakan gelombang suara untuk menghancurkan batu ginjal besar menjadi pecahan kecil. Gelombang suara ini disebut juga gelombang shock energy tinggi. Bentuk tersering dari litotripsi adalah ESWL (ectrakorporeal shock wave litrotripsi).
Ekstrakorporea artinya luar tubuh. Selama ESWL ini alat yang disebut litrotripter membuat gelombang shock besar. Gelombang ini dialirkan ke tubuh penderita dan menghancurkan batu yang besar. Alat ini sudah ditemukan sejak tahun 1980. Metode ini cukup menggantikan tindakan pembedahan sebagai pilihan batu besar.
ESWL adalah prosedur invasive, artinya tidak membutuhkan pembedahan. Pada tindakan noninvasive ini lebih aman dan mudah penyembuhannya dibanding tindakan pembedahan yang invasive. Litotripsi prosedurnya sekitar 45 menit sampai 1 jam. Penderita akan diberikan anestesi local, regional dan general sehingga penderita tidak akan merasakan nyeri sama sekali. Setelah tndakan ini, debris batu akan dibuang dari ginjal dan ureter melalui buang air kecil.
Bagaimana Persiapan Litortipsi?
Sangat penting bagi penderita untuk menceritakan kondisnya termasuk obat yang telah diminum, dan suplemen yang telah dikonsumsi. Obat seperti aspirin, ibuprofen dan warfarin serta pengencer darah lainnya dapat mempengarui kemampuan darah untuk membeku.
Dokter mungkin akan mengintruksikan untuk menghentikan pengobatan sebelum prsedur ini. Tetapi anda tidak boleh menghentikan pengobatan tanpa ijin dokter. Beberapa orang dengan litotripsi ini dilakukan anesthesia untuk mencegah nyeri.
Meskipun seseorang dibawah anestesi general, maka dokter tidak memberikan makan dan minum selama 6 jam sebelum tindakan ini. Rencanakan dengan keluarga dan teman untuk membawa kerumah setelah prosedur ini. Aestesi general ini mungkin membuat anda kelelahan setelah prosedur ini sehingga anda jangan mengemudi sendiri sampai efek ini menghilang dan kondisi anda membaik.
Apa saja Risiko Litrotripsi?
Sama seperti prosedur lainnya, beberapa risiko juga terdapat pada prosedur ini. Anda akan mengalami perdarahan interna dan membutuhkan tranfusi darah. Infeksi dan kerusakan ginjal ketika fragmen batu menyumba dan mengalir keluar lewat buang air kecil dapat terjadi.
Tindakan ini dapat merusak ginjal anda dan membuat fungsinya menurun setelah prosedur ini. Komplikasi serius ddapat terjadi seperti gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis dan tingginya tekanan darah.
Apa yang diharapkan dari Litotripsi?
Litotripsi biasanya berhasil. Artinya anda dating ke rumah sakit pada hari X, maka tindakan akan dilakukan pada hari yang sama pula. Sebelum prosedur ini anda akan diberikan sedasi dan antibiotic untuk mencegah infeksi.
Selama prosedur, gelombang tinggi shock dialirkan ke tubuh and sampai mencapai ginjal. Gelombang ini akan menghancurkan batu menjadi pecahan kecil yang membuat dapat keluar dari saluran perkemihan. Setelah prosedur ini, ada membutuhkan waktu beberapa jam untuk rekoveri sebelum pulang.
Pad beberapa kasus, anda akan dirawat inap selama 1 malam setelah prosedur ini. Rencanakan untuk istirahat dirumah setidaknya 1-2 hari dirumah, dan minum air putih higenis selama beberapa minggu. Ini akan membantu ginjal anda membuang sisa sisa pecahan batu yang masih terdapat di ginjal.
Demikian, semoga membantu dan mencerahkan tentang litotripsi.
Oleh: dr. M. Wiwid Santiko
Yogyakarta, 31 Mei 2017
