PENATALAKSANAAN AWAL
Sebelum dilakukan tindakan definitif yaitu tindakan pembedahan pengangkatan segmen usus aganglionik, diikuti dengan pengembalian kontinuitas usus.
Tindakan bedah sementara yaitu dengan pembuatan kolostomi di kolon yang berganglion normal yang paling distal, merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan. Tindakan ini menghilangkan obstruksi usus serta mencegah enterokolitis yang merupakan penyebab kematian utama.
Kolostomi dekompresi dikerjakan pada:
- Pasien neonatus , karena tindakan bedah definitive langsung tanpa kolostomi menimbulkan banyak komplikasi dan kematian yang disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses rongga pelvis.
- Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis, pasien kelompok ini mempunyai kolon yang sangat terdilatasi dengan kolostomi ukuran kolon akan mengecil kembali dalam waktu 3 – 6 bulan sehingga anastomosis nantinya lebih mudah.
- Pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umumyang buruk
PROSEDUR DEFINITIF SWENSON
- Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan preservasi spingter ani, anastomosis dilakukan secara langsung.
- Pembedahan ini disebut sebagai prosedur tarik terobos atau pull through abdomino perineal.
- Merupakan prosedur pembedahan pertama yang berhasil menangani pasien penyakit hirschprung.
- Dalam prosedur ini puntung rectum ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan, yang pascabedah ditemukan beberapa enterokolitis diduga disebabkan oleh spasme rectum yang ditinggalkan.
- Rektum yang ditinggalkan sebenarnya merupakan segmen yang masih aganglionsis yang tidak direseksi.
- Karena dapat terjadi inkontinensia, prosedur ini dikenal sebagai SWENSON I. Untuk mengurangi apasme spingter ani. Swenson melakukan spingterotomi posterior.
- Dengan cara puntung rectum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 – 1 cm di bagian posterior, dikenal sebagai SWENSON II.
PROSEDUR DEFINITIF DUHAMEL
- Prosedur duhamel adalah dengan mempertahankan rectum, kolon proksimal ditarik rekto rectal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal end to side, prosedur ini sering terjadi stenosis, inkontinensia, dan pembentukan fekaloma dalam puntung rectum yang ditinggalkan terlalu panjang,untuk mengatasi hal tersebut dilakukan berbagai modifikasi
- Prinsipnya pada membiarkan rektum tetap ada, kemudian usus yang sehat (normal persarafannya) dimasukkan ke dalam rektum melalui celah pada dinding posterior dari arah retrorektal.
- Hasil yang dicapai berupa enterotomi.
- Dinding rektum bagian depan yang aganglionik tetap ada, sehingga reflek kontrol defekasi tetap baik.
- Dinding belakang rektum nantinya terdiri dari kolon yang normal.
- Pada permulaan operasi, rektum ditutup dan dipotong seperti pada operasi Hartman. Kemudian kolon proksimal dipotong sampai pada daerah yang diinginkan pada daerah dengan persarafan normal.
- Duhamel sendiri menganjurkan seluruh kolon yang menyempit dan yang melebar direseksi karena biasanya bagian tersebut atoni dan mudah terjadi pengerasan feses.
- Pada tahap berikutnya dilakukan insisi endoanal, yaitu insisi semisirkular pada dinding posterior dan kanalais analis kira-kira 1 cm di atas pinggir anus.
- Mukosa dan sfingter dibuka langsung ke arah retrorektal yang sudah dibebaskan sebelumnya.
- Kedua ujung insisi ditahan dengan jahitan sementara, sebagai tempat untuk anastomosis koloanal. Ujung yang normal persarafannya diturunkan melalui daerah retrorektal menembus mukosa dan keluar melalui anus.
PROSEDUR DEFINITIF SOAVE
Soave melakukan prosedur bedah dengan pendekatan abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa rekto sigmoid dari lapisan seromuskuler, selanjutnya dilkukan penarikan kolon normal keluar anus melalui selubung seromuskuler rektosigmoid .
Prosedur ini disebut pula sebagai prosedur tarik terobos endorektal, kemudian setelah 21 hari sisa kolon yang diprolapkan dipotong.
Boley melakukan modifikasi prosedur soave dengan meperkenalkan prosedur tarik terobos endorektal dengan anastomosis langsung tanpa kolon diprolapkan.
Teknik ini dilakukan untuk mencegah retraksi kolon bila terjadi nekrosis kolon yang diprolapkan.
Prosedur ini sebenarnya adalah prosedur yang asli (original) untuk pengobatan bedah pada aganglionosis kolon.
Hal penting yang diperhatikan pada teknik ini adalah membebaskan rektum, diseksi tepat pada dinding rektum, terus ke bawah ke arah sfingter, kemudian reseksi seluruh anus yang tidak mengandung ganglion (segmen aganglionik).
Kedua ujung yang dipotong yakni bagian proksimal , yaitu usus yang normal dan bagian distal yang patologik ditutup sementara dengan jahitan.
Setelah rektum dibebaskan dari jaringan sekitarnya, ujung rektum dibalik / prolaps ke arah anus.
Ujung bagian proksimal yang normal persarafannya dilakukan pull-through melalui lumen rektum yang terbalik, kemudian dilakukan anastomosis dengan ujung anorektal.
Anastomosis dilakukan di perineal dan bukan intraabdominal. Letak anastomosis tepat di atas anus. Reseksi rektum meninggalkan 1,5 cm dinding rektum bagian depan dan hampir seluruh rektum bagian belakang.
Prosedur ini kalau dikerjakan oleh pakar yang berpengalaman akan memberikan hasil yang baik tanpa penyulit. Untuk mencegah penyulit berupa enterokolitis, maka Swenson menganjurkan reseksi yang lebih luas termasuk posterior sfingterotomi.
Prosedur Soave
- Prosedur ini berbeda dengan prosedur Swenson dan Duhamel .
- Ia melakukan pendekatan abdomino-perineal dengan mengelupas mukosa rekto-sigmoid dari lapisan seromuskular.
- Kemudian dilakukan penarikan kolon keluar anus melalui selubung seromuskular rekto-sigmoid.
- Prosedur ini disebut juga metode tarik terobos endorektal.
- Setelah beberapa hari dilakukan pemotongan sisa kolon yang diprolapskan.
- Prosedur operasi modifikasi Soewarno adalah sebagai berikut, dilakukan penutupan kolostomi, yang pada umumnya adalah standart double barrel.
- Dilakukan irisan tranversal pada dinding depan abdomen mulai 4 cm sebelah medial SIAS kanan melalui garis Langer sampai mencapai lobang kolostomi.
- Irisan dilanjutkan melengkung ke kraniolateral secukupnya. A hemorroidalis superior dan a. sigmoidalis diidentifikasi selanjutnya diikat dan dipotong.
- Dilakukan reseksi kolon 3 – 4 cm diproksimal kolostomi dan 1 – 2 cm di proksimal refleksi peritoneum.
- Pungtum proksimal kemudian ditutup.
- Dilakukan pengupasan mukosa rektum dari lapisan seromuskuler, dengan cara memegang mukosa dengan 4 buah klem ellis.
- Irisan pertama dilakukan secara tajam selanjutnya seromuskuler dipegang dengan 4 buah klem ellis, selanjutnya dilakukan pengupasan secara tumpul.
- Pengupasan ke anal sejauh mungkin sehingga mencapai linea dentata.
- Selanjutnya dilakukan pembebasan kolon proksimal yang sehat, sampai cukup untuk diteroboskan keluar anus.
- Pembebasan ini harus hati-hati sehingga arkade pembuluh darah tetap terjamin. Bila sudah dinilai cukup, maka operasi dilanjutkan lewat perineum.
- Anus disiapkan, kemudian cerobong mukosa ditarik, dengan jalan memasukkan sonde khusus dengan ujung berbentuk kepala yang lebih besar.
- Mukosa diikat pada leher sonde tersebut dan ditarik keluar secara melipat terbalik.
- Kolon yang sehat kemudian diteroboskan di dalam cerobong mukosa.
- Lapisan mukosa difiksasi dengan kolon dengan benang plain catgut, dan dipasang rektal tube di dalam kolon yang diteroboskan tersebut sampai melewati sfingter ani.
- Operasi dilanjutkan lewat abdominal, vesika urinaria, dan organ abdomen yang lain ditata kembali, cerobong seromuskuler difiksasi dengan serosa kolon yang diteroboskan dengan chromik catgut.
- Dilakukan appendektomi insidental.
- Rongga abdomen dicuci dan ditutup lapis demi lapis.
- Sepuluh hari setelah dioperasi endorectal pullthrough, telah terjadi perlekatan antara cerobong seromuskuler dengan serosa kolon.
- Dilakukan pemotongan pungtum kolon yang diteroboskan 1 cm proksimal linea dentata, dilajutkan dengan penjahitan mukosa dengan mukosa.
- Selama 3 hari rectal tube terus dipasang pada rektum yang baru sehingga gangguan obstruksi akibat udema di daerah anorektal dapat dihindari.
- Operasi definitif pada penyakit megakolon merupakan trauma fisik dan psikis yang cukup besar bagi pasien.
- Pada penyembuhan luka operasi sangat tergantung pada sistem imun, dan sistem imun dipengaruhi oleh status gizi dari pasien, malabsorpsi, kekurangan asam amino esensial, mineral mauoun vitamin.
PROSEDUR DEFINITIF REHBEIN
Pada dasarnya prosedur rehbein adalah prosedur reseksi anterior yang diektensikan ke distal sampai dengan pengangkatan sebagian besar rectum. Reseksi segmen aganglionik termasuk sigmid dilanjutkan dengan anastomosis ujung keujung dikrjakan intra abdomen ekstra peritoneal.
PROSEDUR PULL THROUGH PRIMER
Perubahan penting pada penatalaksanaan Hisrchprung Disease adalah dilakukanya tindakan definitif prosedur pullthrough pada periode neonatus.
Pendekatan ini berbeda dengan konsep yang sudah diterima berupa kolostomi dekompresi selama periode neonatus dengan tindak lanjut berupa pullthrough pada umur 9-12 bulan dengan berat 20 pound.
Rekontruksi lebih awal dapat di setujui, metode ini mendapat sambutan yang luas. Tehnik yang digunakan sama dengan yang digunakan pada anak yang lebih tua. Semua operasi dilakukan setelah 24 jam diagnosis dan umur seawal mungkin 48 jam.
KOLOSTOMI
Kolostomi pada penyakit Hirschprung sebaiknya dikerjakan paling tidak, setelah 3 sampai 5 bulan setelah diagnosis ditegakkan, sedangkan operasi definitif tidak dikerjakan pada periode awal kelahiran Kolostomi merupakan tindakan dekompresi pada kolon berganglion normal yang paling distal. Tindakan ini akan menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis yang merupakan penyebab kematian dari penyakit Hirschprung. Kolostomi dikerjakan pada Pasien neonatus.
Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok ini mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, dan akan mengecil setelah 3 – 6 bulan paska kolostomi.
Pasien dengan enterokolitis yang berat dan kondisi umum yang buruk, dengan tujuan memperbaiki keadaan umum.
Karena peran dari usus besar mengabsorpsi cairan dan elektrolit yang diperlukan tubuh, intake dari pasien yang dilakukan kolostomi harus diperhatikan
REFERENSI
Charles et al. 2009. Schwartz’s : principles of surgery 9th edition. McGraw-Hill
Tim Penulis, 2002. Bedah Reveald.
Townsend. 2007. Sabiston : Textbook of Surgery 18 edition. Saunders