Nalokson, Naltrekson dan Nalmefen – Antagonis Opioid

Nalokson merupakan golongan obat antagonis opioid murni. Nalokson merupakan turunandari morfin dengan gugus pengganti pada posisi N17. Jenis selain nalokson adalah naltrekson dan nalmefen. Afinitas senyawa ini relatif tinggi untuk berikatan dengan reseptor-reseptor yang lain. agen ini juga dapat meredakan agonis pada tempat delta dan kappa.


Sedian Nalokson, Naltrekson dan Nalmefen

Obat Sediaan
Nalokson Parenteral : 0,4; 1 mg/ml; 0,02 mg/ml
Nalmefen Parenteral 0,1; 1 mg/ml intravena
Naltrexon Oral tablet 50 mg

Farmakokinetik Nalokson, Naltrekson dan Nalmefen

Nalokson seringnya diberikan melalui intravena dan mempunyai durasi kerja yang sangat singkat (1-2 jam). Disposisi metabolik terutama melalui konjugasi glukoronide, seperti pada agonis opioid dengan gugus hidroksil bebas.

Bacaan Lainnya

Untuk Naltrekson, akan diabsorbsi baik pada pemberian per oral tetapi dapat mengalami metabolisme pada fase pertama. Waktu paruhnya 10 jam, dan dosis oral tunggal 100 mg akan memblokade efek opioid sampai 48 jam.

Nalmefen merupakan golongan antagonis opioid terbaru. Ini merupakan turunan nalokson tetapi hanya tersedia dalam bentuk intravena. Sepertihalnya nalokson, nelmefen digunakan untuk intoksikasi opioid dan memiliki waktu paruh yang lebih lama, yakni 8-10 jam.


Farmakodinamik Nalokson, Naltrekson dan Nalmefen

Antagonis opioid apabila diberikan tanpa adanya suatu obat agonis, hampir inert pada dosis yang menghasilkan antagonis yang jelas terhadap efek-efek agonis. Apabila diberikan intravena, pada subyek yang mendapat terapi opioid seperti morfin, antagonis opioid akan baik meredakan efek opioid dalam waktu 1-3 menit.

Pada individu yang mengalami depresi akut akibat intoksikasi opioid, antagonis opioid efektif akan menstabilkan pernafasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan motilitas usus serta respon terhadap nyeri. Pada seseorang dengan ketergantungan yang terlihat normal sewaktu menggunakan opioid, nalokson atau natrekson hampir dengan mendadak terjadi sindrom abstinensia.

Pada saat pemberian antagonis opioid dihentikan, tidak akan timbul toleransi terhadap efek antagonis agen-agen ini, dan tidak akan timbul efek withdrawl.


Penggunaan Klinis Nalokson, Naltrekson dan Nalmefen

Nalokson merupakan antagonis murni dan lebih disukai daripada obat-obat agonis-antagonis lemah yang lebih dulu ada seperti nalorfin  dan levalorfan. Nalokson terutama digunakan untuk intoksikasi opioid akut. Kerja nalokson sangat singkat, pasien dengan depresi berat dapat pulih setelah diberikan satu dosis nalokson dan tampak normal, hanya untuk kembali koma 1-2 jam kemudian.

Dosis awal yang diberikan untuk nalokson biasanya adalah 0,1-0,4 mg intravena untuk mencegah distress nafas dan distress saraf pusat yang dapat mengancam jiwa. Untuk maintenance nya, dapat digunakan obat yang sama dengan dosis 0,4-0,8 mg intravena dan dapat diulang bila diperlukan.

Untuk penggunaan nalokson bagi neonatus, yang mengalami depresi opioid berat, penting bagi kita untuk memulai dengan dosis 5-10 mcg/kg dan untuk mempertimbangkan dosis kedua hingga sebesar 25 mcg/ kg jika tidak ada respon.

Nalokson dosis rendah (0,04 mg), akan meningkat pada efeksamping terapi yang biasanya diakibatkan opioid intravena dan anestesi epidural. Titrasi dosis nalokson secara cermat, sering dapat menghilangkan rasa mual, gartal, dan muntah sembari tetap mempertahankan efek analgetiknya.

Nalokson oral dan nalokson analok nonabsorbable yang baru dikembangkan, terbukti efektif dalam terapi ileus, atau konstipasi yang dipicu oleh opioid.

Mekanisme utama dibalik efek terapetik selektif ini diyakini berupa inhibisi lokal reseptior mikro di usus dengan absorbsi sistemik minimal. Beberapa senyawa ini berada pada tahap akhir evaluasi oleh FDA.

Naltrekson durasinya panjang. Biasanya digunakan untuk maintenance pasien withdrawl opioid. Dosis tunggal yang digunakan berselang-seling. Terdapat bukti klinis yang menyatakan bahwa naltrekson dapat mengurangi keinginan minum alkohol pada pasien dengan alkoholik kronis, dan naltrekson telah disetujui oleh FDA terkait penggunaannya.


Referensi:

Katzung, Bertham G et al. 2007. Basic and clinical pharmacology, 10th editinon, McGraw-Hill Companies

Baca Juga:  Jenis Insulin Basal : Manfaat, Dosis hingga Efek Samping

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *