Jenis Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin adalah suatu penyakit ditandai dengan keluarnya urin tidak terkendali yang menimbulkan masalah fisik seperti jatuh, dekubitus, psikososial, depresi serta penurunan kualitas hidup penderita. Inkontinensia urin sering kita jumpai pada geriatri (orangtua).


Klasifikasi

Secara klasifikasi, inkontinensia urin dibedakan menjadi dua, akut dan persisten. Inkontinensia urin akut terjadi sementara sedangkan inkontinensia urin persisten terjadinya menetap dan bersifat kronis. Inkontinensia urin akut memiliki penyebab spesifik dan dapat di atasi penyebabnya. Inkontinensia urin akut memiliki ciri, dengan singkatan DRIP. Apa itu DRIP?

Bacaan Lainnya

D : delirium, R : retensi,restriksi mobilitas, I: infeksi, inflamasi dan impaksi fecal, P: poliuria, pharmaceutical (iatogenic).

Klasifikasi inkontinensia urin persisten

  1. Tipe Stress : urin keluar tidak terkendali pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti saat bersin, batuk, mengejan, tertawa. Pada saat batuk pasien sering tiba-tiba keluar urinnya. Inkontinensia urin tipe Stress biasanya disebabkan oleh gangguan pada sphingter uretra, vesika atau kelemahan otot-otot dasar panggul (levator Ani dan sekitarnya).
  2. Tipe Urgensi : tipe ini disebut juga overaktif vesika Urinaria. Inkontinensia urin tipe Urgensi dicirikan dengan berkemih dengan frekuensi lebih dari 8 kali, tidak tertahankan, nokturia (sering kencing malam hari), keluarnya urin tidak terkontrol didahului keinginan kencing yang tak tertahankan.

Inkontinensia urin tipe Urgensi disebabkan oleh gangguan persyaratan pada otot detrusor vesica dan bersifat UMN (upper motor neuron/sistem syaraf pusat) seperti pada pasien stroke, demensia, Parkinson disease, dan gangguan Medula spinalis.

Untuk gangguan lokal biasanya disebabkan adanya infeksi dan peradangan pada vesika seperti sistitis dan adanya batu di saluran kemih.

  1. Tipe fungsional : inkontinensia urin tipe fungsional ditandai dengan keluarnya urin di luar tempat buang air kecil karena penderita saat menuju ke tempat buang air kecil, tidak tertahankan dan urinnya sudah keluar saat di perjalanan menuju ke tempat tersebut. Tipe ini lebih disebabkan karena psikogenik, depresi, marah, gangguan fungsi kognitif dan fisik.
  2. Tipe Overflow : inkontinensia urin tipe Overflow ditandai dengan vesika Urinaria yang overload melebihi volume biasa, yakni post-void residual (pvr) lebih dari 100ml. Gangguan tipe ini disebabkan adanya gangguan kontraksi vesika Urinaria yang disebabkan pasien menderita Diabetes melitus, kistokel dan pembesaran prostat.
  3. Tipe campuran: inkontinensia urin tipe ini ditandai dengan gabungan antara keempat tipe inkontinensia urin diatas. Oleh sebab itu di sebut tipe campuran.

Penegakan Diagnosis

  1. Pada saat anamnesis, galilah gejala yang dialami pasien, riwayat berkemih dan berilah pasien untuk mencatat berkemih sehari-hari selama 72 jam (2hari) berupa frekuensi berkemih, volume dan catatan lain seperti faktor pemicu, tingkat keparahan, kronologis cara berkemih dan lain-lain.
  2. Pemeriksaan fisik, lakukan pemeriksaan otot dasar panggul, rektum, vagina, pemeriksaan neurologis, perawat Valsava pada saat vesika sedang penuh untuk mendeteksi kekuatan otot sphingter.
  3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti urinalisis (kultur urin dan urin lengkap), PVR (PostVoid residual), kadar gula darah baik sewaktu dan puasa, perineometri, urodinamik, dan kadar kalsium darah dan urin.

Tata Laksana

Pada inkontinensia urin tipe akut, segera tangani infeksi dan hentikan obat-obatan yang dapat memicu terjadinya inkontinensia seperti penggunaan diuretik, psikotropika, antikolinergik, calcium channel blocker, analgesik tipe narkotik (morphin) dan lainnya.

Inkontinensia tipe Urgensi : lakukan latihan otot dasar panggul, bladder training, pasien di minta berkemih tiap 2-4 jam, dan berikan obat antimuskiranik/antikolinergik.

Inkontinensia urin tipe Stress: berikan obat agonis Alfa (hati-hati penggunaannya pada orang tua), latihan otot dasar panggul, dan bladder training.

Inkontinensia tipe Overflow: hilangkan sumbatan di distal saluran kemih, lakukan kateterisasi intermitten atau menetap, serta bladder retraining. Pasien juga di ajari berkemih dengan interval bertahap mulai dari satu jam sekali sampai 2-3 jam sekali.

Bladder retraining adalah terapi vesika dimana berfungsi memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik relaksasi atau distraksi sehingga frekuensinya menjadi 3-4 jam sekali.

Tipe fungsional : lakukan manipulasi lingkungan, intervensi perilaku atau penggunan popok.

Baca Juga:  Otitis Eksterna Difusa – Gejala, Penyebab dan Tatalaksana

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *