DEFINISI
Vertigo adalah sensasi gerakan dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala yang timbul terutama dari sistem oonom, yang disebabkan oleh gangguan kesembangan tubuh oleh berbagai keadaan dan penyakit. Vertigo patologis berbeda dengan motion sicknes (mabuk perjalanan), dan pusing (dizzines).
Mabuk perjalanan dianggap sebagai vertigo fisiologis dimana akibat dari rangsangan geraka kendaraan, alat putar di taman ria dan lain sebagainya. Sedangkan dizzines adalah rasa nggliyer, yang mencerminkan rasa tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit di definisikan sendiri oleh penderitanya.
Vertigo tidak hanya gejala berputar saja, tetapi merupakan kumpulan gejala otonom seperti pucat, mual dan muntah, serta gejala somatik, seperti unstable dan nistagmus.
[toc]
ETIOLOGI
Etiologi dari vertigo diantaranya:
No | Etiologi | Penjelasan |
1 | Ottologi | Ini penyebab paling sering (24-61%), dapat disebabkan oleh BPPV (Benign Paroxysmal positional Vertigo), meniere disease, parese N. VIII, dan otitis media |
2 | Neurologis | Merupakan 23-30% kasus, berupa: gangguan cerebrovaskular batang otak dan serebelum, ataksia karena neuropati, gangguan visus, gangguan serebelum, sklerosis multiple, malformasi chiari yaitu anomali bawaan dimana cerebelum dan medula oblongata menjorok ke medula spinalis melalui foramen magnum. |
3 | Interna | Merupakan 33% kasus, terjadi gangguan kardiovaskuler. Penyebabnya bisa berupa tekanan darah naik atau turun, aritmia kordis, penyakit jantung koroner, infeksi, hipoglikemia, intoksikasi obat seperti nifedipin, benzodiazepin. |
4 | Psikiatrik | Merupakan 50% kasus vertigo, pemeriksaan klinis dan laboratorium dalam batas normal, penyebabnya berupa depresi, fobia, ansietas, dan psikosomatis. |
5 | Fisiologis | Vertigo yang timbul karena melihat kebawah saat berada di tempat yang tinggi. |
PATOFISIOLOGI
vertigo sendiri patofisiologinya terdapat beberapa teori, teori tersebut diantaranya:
1. Teori Overstimulasi
Teori ini berfokus pada semakin banyak rangsangan (gerakan kendaraan), makin berpeluang menimbulkan vertigo akibat gangguan sistem kesembangan tubuh. Akibat dari rangsangan berlebihan terhadap kanalis semisirkularis menyebabkan hiperemis dari organ ini dan munculnya sintrom vertigo, seperti vertigo, nistagmus,mual dan muntah.
2. Teori Konfliks Sensoris
Menurut teori ini vertigo muncul karena tidak sinkronnya masukan sensoris kedua kanan-kiri atau masukan dari ketiga jenis input (vestibulum, visus, propiosepsi). Penyebab dapat berupa lesi sistem vestibular sentral dan perifer, rangsangan berlebihan, sehingga membuat otak mengalami kebingungan dalam pemprosesan input itu. Efektor dari sensoris itu menimbulkan refleks antisipatif otot-otot ekstremitas (deviasi jalan, sempoyongan), penyangga tubuh (deviasi saatu berposisi tegak), dan otot penggerak mata (Nistagmus). Aktivasi otonom akan menimbulkan muntah dan mual.
3. Teori Mismatch
Pada teori ini rangsangan gerakan dapat dirasakan aneh dan tidak sesuai harapan tubuh serta merangsang aktivasi sistem syaraf yang berlebihan di sistem syaraf pusat, termasuk sistem syaraf otonom dan muncul gejala vertigo. Apabila gerakan berlangsung terus maka pola gerakan yang baru akan mengoreksi pola gerakan yang baru akan mengoreksi pola gerakan yang sudah ada di memori.
Makin besar ketidak sesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat sindrom yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.
4. Teori ketidakseimbangan saraf otonom
Teori ini berdasar pada dugaan bahwa gerakan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan saraf otonom. Bila ketidak seimbangan ini dominan pada saraf simpatik, maka gejala vertigo muncul, tetapi jika terjadi dominasi saraf parasimpatis maka gejala vertigo tidak muncul.
5. Teori Neurohormonal/sinaps.
Berdasarkan teori ini, timbulnya sindrom vertigo berasal dari pelepasan CRH (corticotropin releasing hormin) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan, kelainan organik dan stress. CRH selanjutnya meningkatkan aktifitas syaraf simpatis di hipokampus, lokus sereleus, dan korteks serebri melalui mekanisme influks kalsium.
Akibatnya keseimbagan syaraf otonom mengarah kedominasi syaraf simpatis dan timbul gejala pucat, rasa dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi mengarah ke parasimpatis, sebgai akibat otoregulasi maka akan muncul gejala mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan di lokus sereleus mengakibatkan gejala panik.
CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat jalur hipothalamus-hipofise adrenalin. Rangsangan ke korteks limbik menimbulkan ansietas dan depresi. Bila sindrom tersebut berulang, akibat rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai suatu ketika terjadi perubahan sensitivitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah reseptor (down regulation) serta penurunan influks kalsium. Dalam keadaan tersebut pasien dianggap telah mengalami adaptasi.
MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Klasik
Manifestasi klinis dari vertigo adalah dizzines (pusing berputar), disorientasi ruangan, nggliyer, muka berkeringat, akral dingin dan pucat, dan mual muntah. Diduga akibat vasokontriksi pembuluh darah akibat peningkatan sistem syaraf simpatik. Pasien apabila sudah muntah, maka biasanya keluhan lain akan hilang.
Gejala Vertigo |
· Pusing berputar (Nggliyer)
· Disorientasi ruangan · Akral dingin dan muka berkeringat · Mual dan muntah |
2. Nistagmus
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nistagmus. Nistagmus adalah gerakan mata involunter, ritmis, bolak balik baik horizontal maupun vertikal atau berputar. Gerakannya bisa kecepatan tetap (osilasi) atau berbeda kecepatannya (jerky). Nistagmus kasar dapat kita amati dengan mata, tetapi nistagmus halus hanya bisa diamati dengan kacamata frenzel atau elektronystagmography.
KLASIFIKASI VERTIGO
Secara umum, vertigo dibagi menjadi vestibular dan nonvestibular. Vertigo vestibular dibagi menjadi dua lagi, yaitu vertigo sentral dan perifer. Untuk penjelasannya, perhatikan tabel dibawah ini:
PERBEDAAN VERTIGO VESTIBULAR DAN NONVESTIBULAR | ||
GEJALA | VERTIGO VESTIBULAR | VERTIGO NONVESTIBULAR |
Sensasi | Rasa berputar | Melayang, goyang |
Tempo serangan | Episodik | Kontinyu/konstan |
Mual/muntah | + | – |
Gangguan pendengaran | +/- | – |
Gerakan pencetus | Gerakan kepala | Gerakan obyek visual |
PERBEDAAN VERTIGO SENTRAL DAN PERIFER | ||
GEJALA | VERTIGO PERIFER | VERTIGO SENTRAL |
Bangkitan | Lebih mendadak | Lebih lambat |
Beratnya vertigo | Berat | Ringan |
Pengaruh gerakan kepala | ++ | +/- |
Mual/muntah/keringat | ++ | + |
Gangguan pendengaran | +/- | +/- |
Tanda fokal otak | – | +/- |
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan, maka kita dapat membedakan vertigo sentral atau perifer dari pemeriksan-pemeriksaan fisik dan neurologis tersebut. Perhatikan tabel berikut ini:
PERBEDAAN VERTIGO SENTRAL DAN PERIFER | ||
VERTIGO | VERTIGO PERIFER (OTOGENIK) | VERTIGO SENTRAL (NEUROGENIK) |
Tipe | horizontal | Horizontal |
arah | rotatory | Nonrotatori, rotatori, scotoma, oscillopsia |
PEMERIKSAAN FISIK | ||
Perubahan posisi | Dipengaruhi perubahan posisi tubuh dan kepala | Dipengaruhi gerakan leher |
Gangguan gait | Jarang/ tidak ada | Sering ada |
Gangguan fungsi otonom | Selalu ada | Tidak/jarang terjadi
|
Keluhan lain | Tinitus, tuli | Gangguan kesadaran |
PEMERIKSAAN NISTAGMUS | ||
Arah | Indirectional | Bidirectional |
Jenis | Horizontal atau rotatory | Vertical rotatoru, downbeat up beat |
Fiksasi mata | Menghambat | Tidak menghambat |
Positional nistagmus | Sukar diulang, latensi lama | Mudah di ulang, singkat |
Eye tracking | Sinusoid | Sakadik, ataksik |
Kalori tes | Unilateral weakness | Bilateral weakness |
PEMERIKSAAN VESTIBULOSPINAL | ||
Romberg tes mata terbuka | Normal | Abnormal |
Romberg tes mata tertutup | Abnormal | Abnormal |
Writing tes | Deviasi abnormal | Ataksik/ gelombang |
Ataksia | Tidak ada | Sering ada |
Finger to finger tes | Normal | Abnormal |
Past point test | Abdormal kedua tangan, penyimpangan sisi lesi | Abnormal, sisi lesi, penyimpangan tak menentu |
Stepping | Penyimpangan sisi lesi | Penyimpangan tak menentu |
Walking | Matanya tertutup ada penyimpangannya | Mata terbuka/ tertutup ada penyimpangan |
PERBEDAAN VERTIGO PSIKOGENIK DAN NEUROGENIK | ||
VERTIGO | VERTIGO PSIKOGENIK | VERTIGO NEUROGENIK |
Keluhan | -lebih banyak merasa tubuh berputar
-unsteadines menonjol -drop attack banyak dikeluhkan -lingkungan sebagai pencetus -keluhan fisik lain menonjol |
-lingkungan berputar
-jarang -jarang -jarang -jarang
|
Perjalanan penyakit | Fluktuatif | Bervariasi |
Usia | Usia muda | Lebih banyak orang tua |
Fisik neurologis | Normal | Abnormal |
nistagmus | Lebih lama, bersifat fisiologis | Lebih cepat, bersifat patologis. |
TATALAKSANA
Dalam tatalaksana dan manajemen vertigo, meliputi terapi simtomatik, terapi kausatif, terapi rehabilitatif, terapi operatif dan modifikasi gaya hidup. Untuk lebih jelasnya, perhatikan penjelasan dibawah ini:
1. Terapi simptomatis
Dalam menentukan obat antivertio diusahakan memilih obat yang dapat meningkatkan mekanisme kompensasi tubuh, dan tidak menghambat kompensasi tubuh. Perhatikan tabel dibawah ini.
TERAPI SIMPTOMATIS | ||
OBAT | KETERANGAN | SEDIAAN |
Antikolinergik | -mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatorik kolinergik ke n. Vestibularis yang bersifat kolinergik mengurangi respon n. Vestibularis terhadap rangsang.
-efek samping : mulut kering, dilatasi pupil, sedasi, gangguan akomodasi, menghambat kompensasi. -tidak dianjurkan pemakaian kronis |
– sulfat atropin 0,4 mg/im
– skopolamin 0,6 mg iv dapat diulang setiap 3 jam |
Antihistamin | -memiliki efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik dengan akibat inhibisi n. Vestibularis.
-hampir semua antihistamin yang digunakan mempunyai efek antikolinergik |
– diphenhidramin 1,5 mg im/oral dapat diulang tiap 2 jam
– dimenhidrinat 50-100 mg/6 jam. |
Ca channel blocker | -mengurangi eksitatori saraf pusat dengan menekan sekresi glutamat dan bekerja langsung sebagai depresor labirin.
-dapat digunakan untuk vertigo sentral dan perifer |
– Flunarizin |
Monoaminergik | -merangsang jaras inhibitori monoaminergik pada n. Vestibularis sehingga berakibat mengurangi eksitabilitas neuron | – amfetamin
– efedrin |
Antidopaminergik | -bekerja pada chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di medula oblongata | – klorpromazin
– Haloperidol |
Berzodiazepin | -menurunkan resting aktifitas neuron pada n. Vestibularis dengan menekan reticular fascilitory system.
-termasuk obat sedatif. |
-diazepam |
Histaminik | -inhibisi neuron polisinaptik pada n. Vestibularis lateralis | -betahistin mesilat |
Antiepileptik | -bekerja dengan meningkatkan ambang khususnya pada vertigo akibat epilepsi lobus temporalis | -karbamezepin
-fenitoin |
2. Terapi kausatif
Terapi kausatif vertigo silahkan perhatikan tabel dibawah ini:
TERAPI KAUSATIF VERTIGO | |
CAUSA | TERAPI |
VERTIGO PERIFER | |
BPPV | Manuver epley |
Trauma Labirin | Rehabilitasi vestibular |
Meniere disease | Diet rendah garam, diuretik, pembedahan, gentamicin transtimpani |
Labirinitis | Antibiotik, pengambilan jaringan yang terinfeksi, rehabilitasi vestibular |
Fistula perilimfe | Bed rest, hindari stainning |
Neuritis vestibularis | Steroid high dose, rehabilitasi vestibular |
VERTIGO SENTRAL | |
Migrain | Beta-blocker, ca channel blocker, tricyclyc amines |
Penyakit vaskular | Mengontrol faktor resiko vaskuler (antiplatelet) |
Tumor Angulus Ponto Cerebellar | pembedahan |
3. Terapi rehabilitatif
TERAPI REHABILITATIF |
Metode brandt-daroff |
Latihan vestibular |
Latihan berjalan |
4. Modifikasi Gaya Hidup
MODIFIKASI GAYA HIDUP DAN MENGHINDARI FAKTOR PENCETUS |
Makanan dan diet adekuat |
Tidak minum alkohol dan tidak merokok |
Mengurangi obat sedatif, ototoksik, opioid |
Memperbaiki posisi tidur dan saat bekerja. |
5. Terapi Operatif
KASUS VERTIGO YANG MENGGUNAKAN TERAPI OPERATIF |
Tumor |
Spondilosis servicalis |
Impresi basilar |
REFERENSI
Joesoef, AA. & Kusumastuti K. 2002. Neuro-otologi Klinis: Vertigo. Surabaya: Airlangga University Press
Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. 2012. Pedoman Tata Laksana Vertigo, Jakarta: PERDOSSI
PERDOSSI. 2000. Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Jansen Pharmaceuticals.
Sutarni, Ghazali, abdul Ghofir, 2015. Bunga Rampai Vertigo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press