Sindrom Brugada : Gejala, EKG hingga Pengobatan

sindrom brugada

Sindrom brugada adalah penyakit yang dicirikan dengan kematian tiba-tiba berkaitan dengan satu dari beberapa bentuk EKG yang dicirikan dengan tidak sempurnanya RBBB dan ST-elevasi pada lead precordial anterior.

Sindrom ini secara genetik dalam bentuk autosomal dominan dan ditransmisikan sekitar 50% kasus. Sering ditemukan pada anak muda, lau-laki meskipun terlihat sehat dan terbukti pemeriksaan cardiovaskuler yang sehat pula. Pasien dengan sindrom ini akan berkembang ventricular tachiaritmia yang memicu sinkop, cardiac arrest dan kematian tiba-tiba.

Bacaan Lainnya

Bagaimana Penyabab Sindrom Brugada?

Sindrom ini sering dikaitkan pada mutasi pada gen SCN5A. mutasi pada gen GPD1L dan SCN1B telah diidentifikasi. Mutasi pada gejn lain menunjuan varian dari sindrom ini. Termasuk gen yang mengkode alfa1 dan beta 2b dari kalsium channel tipe L (CACNA1C dan CACN B2) yang memicu sindrom ST elevasi precordial, kematian tiba-tiba dan interval QT yang memendek.

EKG sindrom Brugada

  1. Tiga tipe ST elefasi pada sindrom brugada, pada leads precordial. Sisi kiri menunjukkan tipe 1 EKG dimana terjadi elefasi pada titik J (tanda panah), ST-elevasi tipe Coved dan gelombang T inversi pada V1 dan V2.
  2. panel tengah menunjukkan tipe 2, dimana saddleback ST elevasi lebih dari 1 mm.
  3. Panel kanan menunjukkan tipe 3, dimana ST elevasi lebih dari 1 mm.

Bagaimana Tanda dan Gejalanya?

Tanda dan gejala sindrom ini meliputi:

  1. tidak sadarkan diri, sinkop dan cardiac arrest. Paling sering manifestasi klinisnya adalah cardiac arrest saat tidur atau saat istirahat.
  2. mimpi buruk saat malam
  3. asimtomatik tetapi pemeriksaan EKG rutin menunjukkan ST elevasi pada lead V1-V3.
  4. pada 20% kasus berkaitan dengan atrial fibrilasi
  5. demam sering muncul baik muncul sendiri maupun dipicu hal tertentu.
  6. Pada pasien ventricular fibrilasi dilaporkan menyebabkan sinkop pada pasien dengan sindrom ini.
Baca Juga:  Hiponatremia (Definisi, Gejala dan Tatalaksana)

Bagaimana Pemeriksaan Sindrom Brugada?

Kebanakan pasien dengan sindrom brugada mempunyai pemeriksaan fisik yang normal meskipun pemeriksaan dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan penyabab lain dari cardiac arrest dan sinkopnya. Seperti murmur, cardiomyopati, hipertrofi jantung dan valvular heart disease serta defek septum jantung.

  1. Pemeriksaan EKG

Pada pasien yang suspek sindrom ini, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berikut ini:
– Periksa EKG 12 lead ada semua pasien sinkop.
– Pemeriksaan dengan obat natrium channel blocker pada pasien sinkop tanpa sebab yang jelas.
– Pemeriksaan elektrofisiologi untuk menentukkan aritmia yang terinduksi.

  1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat digunakan adalah:
– kadar kalsium dan kalium serum. Pada pasien dengan ST-elevasi di lead precordial kanan.
– Kadar Kalsium dan Kalium : pada bentuk EKG dengan hiperkalsemia dan hyperkalemia yang mirip dengan sindrom brugada.
– Pemeriksaaan kadar troponin dan CK-MB: pada pasien dengan gejala ACS (akut coronary syndrome).
– Pemeriksaan mutasi genetik SCN5A

  1. Pemeriksaan Radiologis

Dapat dilakukan elektrocardiografi atau MRI untuk mengeliminasi aritmia cardiomyopati ventrikel kanan yang juga berpotensial menyebabkan aritmia.

Bagaimana Pengobatan Sindrom Brugada?

Sampai sekarang, pengobatan yang terbukti efektif menangani ventricular tachicardi dan fibrilasi serta mencegah kematian tiba-tiba pada pasien sindrom brugada adalah implantasi dengan ICD (automatic implantable cardiac defibrilator).

Tidak ada pengobatan farmakologis yang terbukti menurunkan kejadian aritmia ventricular yang memicu kematian tiba-tiba. Meskipun secara teori, obat dapat mempengaruhi ketidakseimbangan ion pada sindrom brugada.

Contohnya quinidine, yang memblokade calcium-potasium yang menunjukkan dapat menormalisasi bentuk EKG pada sindrom brugada. Quinidine juga memblok natrium yang mempunyai efek sebaliknya.

Demikian Catatan singkat ini, Semoga membuka wawasan kita. Salam DokterMuslim.com

Baca Juga:  Tiroiditis Hashimoto : Penyebab, Gejala dan Tatalaksana

Oleh: dr. M. Wiwid Santiko
Kudus, 29 Juni 2017

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *