Kolesistitis Akut

DEFINISI

Kolesistitis akut adalah reaksi peradangan atau inflamasi akut dinding kandung empedu (vesica velea) yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Paling banyak inflamasi ini disebabkan karena obstruksi duktus cystikus karena batu empedu (Cholelithiasis).

Faktor resiko dari kolesistitis adalah usia tua, wanita, genetik, obesitas, makanan berlemak, konsumsi obat-obatan, kehamilan dan lain sebagainya. Pada kultur cairan empedu, dapat ditemukan bakteri pada 50-70% kasus, tetapi proliferasi bakteri ini tidak menjadi faktor presipitasi.

Bacaan Lainnya

[toc]


ETIOLOGI

Penyebab utama dari kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus dimana mengakibatkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis adalah infeksi bakteri, stasis cairan empedu, dan iskemia dinding vesika velea.

Patogenesis pastinya mengapa stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut masih belum jelas. Diduga terdapat peran kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu, dan diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Pasien rawat inap yang cukup lama dan mendapatkan nutrisi parenteral, dapat timbul kolesistitis akut akalkuli.


MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis dari kolesistitis akut adalah nyeri kolik di perut sebelah kanan atas, atau sekitar epigasttrium. Nyeri juga dirasakan memberat saat ditekan (Murphy sign), dan disertai demam (meningkatnya suhu tubuh). Nyeri dapat menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa mereda. Intensitas nyeri tergantung kondisi inflamasi, apakah ringan, nekrosis, gangren atau sudah timbul perforasi.

Baca Juga:  Perawatan Paska Operasi Hipospadia

Pada pemeriksaan fisik, teraba benjolan kandung empedu, nyeri tekan dan tanda peritonitis disekitar vesica velea. Dapat dijumpai ikterus dengan derajat ringan (bilirubin < 4.0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, maka perlu difikirkan adanya batu saluran empedu.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan  leukosistosis, peningkatan serum transaminase, dan fosfatase alkali. Perforasi vesica velea ditandai dengan nyeri bertambah sangat hebat, demam sangat tinggi, menggigil, dan leukositosis berat.

Gejala
  • Nyeri kolik perut kanan atas
  • Nyeri tekan di perut kanan atas
  • Demam tinggi
  • Nyeri menjalar di pundak dan skapula kanan
  • Ikterus (pada sebagian kasus)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan foto polos abdomen: tidak dapat terlihat tanda dari kolesistitis akut. Kemungkinan terlihat batu empedu (radioopak) sekitar 15 % saja karena batu ini terkandung banyak kalsium.

Pada pemeriksaan USG: didapatkan besar, bentuk, penebalan dinding vesika velea, batu dan saluran empedu. Sensitivitas dan spesifitas USG sangat tinggi sehingga sangat dianjurkan memeriksa dengan USG.

Pemeriksaan skintigrafi: saluran empedu menggunakan radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai spesifitias dan sensifitias lebih rendah dibanding USG, tetapi metode ini tidak mudah. Kolesistitis akut ditandai dengan terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adnaya gambaran vesika velea.

Pemeriksaan CT scan abdomen: kurang sensitif dan mahal, tetapi pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang tidak terlihat pada pemeriksaan USG.


DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding kolesistitis akut adalah apendisitis dengan posisi retrosekal, obstruksi usus, perforasi ulkus peptium, pankreatitis akut dan Akut Myocard Infark. Penyakit tersebut gejalanya dapat berupa nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba dan disertai penjalaran saraf spinal terkait.

Parameter Kolelitiasis Koledokolitiasis kolesistitis Kolangitis
Nyeri kolik + + +/- ++ / –
Nyeri tekan

(Murphy sign)

+ +
Demam + (low grade) + (demam tinggi/high grade)
Ikterus + +

TATALAKSANA

Tatalaksana kolesistitis akut adalah bedrest total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, dan dapat diberikan antispasmodik atau obat penghilang rasa nyeri (analgetik).

Pemberian antibiotik difase awal sangat berguna untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septicemia. Antibiotik pilihan diantaranya ampicilin, sefalosporin, dan metronidazol yang sensitif untuk bakteri E. Coli, streptococcus Fecalis, dan kliebsiela.

Tindakan pembedahan kolesistektomi, menurut pendapat pertama dapat dilakukan secepatnya (3 hari), atau ada pendapat kedua dapat ditunggu 6-8 minggu setelah pengobatan konservatif dan kondusi umum pasien membaik. Pada 50% kasus, kolesistitis membaik tanpa operasi.

Pendapat pertama yang harus dilakukan kolesistektomi segera, karena tindakan ini dapat mencegah timbulnya gangren dan komplikasi dari gagalnya terapi konservatif. Selain itu dapat menekan biaya runah sakit dan perawatan menjadi lebih singkat.

Pendapat kedua, bahwa kolesistektomi dapat dilakukan 6-8 minggu setelah perawatan konservatif, karena menganggap operasi cito dapat memicu penyebaran infeksi ke peritoneum, dan karena fase infeksi masih akut, dianggap lebih sulit operasinya karena terjadi inflamasi akut disekitar duktus, sehingga mengaburkan struktur anatominya.

Tatalaksana
1.       Tirah baring
2.       Puasa
3.       Pemasangan infus
4.       Pemberian analgetik dan antimual
5.       Pemberian antibiotik:
a.       Golongan penisilin: ampinicil injeksi 500mg/6 jam dan amoksilin 500 mg/8 jam IV.
b.      Golongan cephalosporin: Ceftriakson 1gr/12 jam, sefotaksim 1 gr/8 jam.
c.       Metronidazol 500 mg/8jam.

EDUKASI

Sarankan pasien untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Evaluasi pengobatan dan jelaskan tahapan pengobatan termasuk indikasi dilakukannya tindakan pembedahan (kolesistektomi).


REFERENSI

Kesper et al, 2012. Harrison, principle of internal Medicine 18 edition, The McGraw-Hill Companies
Pridady, et al. 2009.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi kelima, interna Publising : Jakarta
Tim Penulis, 2007,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FK UGM, Yogyakarta.
Tim Penulis, 2014, Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, IDI

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *