Eksantema Subitum – Gejala, Penyebab dan Tatalaksana

DEFINISI

Eksantema subitum adalah penyakit virus pada bayi dan anak kecil yang bersifat akut, biasanya te rjadi secara sporadik dan dapat menimbulkan epiderni. Hal yang menarik  dari eksantema subitum ialah ruam dan perbaikan klinis yang tejadi hampir simultan. Eksantema subitum sudah lama dikenal sebagai penyakit eksantematus yang sering te rjadi pada anak. Beberapa nama lain dari penyakit ini adalah roseola infanturn, sixth disease, the rose rash of infants dan pseudorubella.

Diketahui penyebabnya adalah ditemukannya human herpesvirus 6 (HHV-6) dalam darah 4 anak yang menderita eksantema subitum. Penyakit ini ditandai dengan periode panas tinggi yang berlangsung 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Setelah panas turun akan timbul ruam yang timbul pada tubuh, menyebar ke arah leher, wajah dan ekstremitas. Selain HHV-6, infeksi primer human herpesvirus 7 (HHV-7) yang mirip dengan HHV-6 juga dapat menyebabkan eksantema subitum dengan demam yang tinggi.

Bacaan Lainnya

[toc]


PROGNOSIS

Prognosis pada penderita eksantema subitum adalah baik. Hal ini disebabkan karena perjalanan penyakit eksantema subitum adalah akut dan ringan. Penyakit ini dapat sembuh secara sempurna. Erupsi yang te rjadi pada kulit dapat hilang dan kembali normal tanpa adanya bekas. Pada penderita imunokompromis yang ‘menderita eksantema subitum, dapat te rjadi infeksi kronis hingga menyebabkan kematian.


ETIOLOGI

HHV-6 merupakan anggota genus Roseolovirus, subfamili Beta- herpesvirus. Seperti pada virus herpes lainnya, HHV-6 memiliki karakteristik electron-dense core dan kapsidikosahedral, dikelilingi oleh tegurnen dan lapisan luar yang merupakan lokasi dari glikoprotein yang penting dan membran protein. Kapsid HHV-6 dengan diameter 90-110 mrn, dirangkai dalam nukleus, dimana terdapat pula tegumen. Kapsid tegurnen berdiameter 165 nrn melepaskan diri masuk ke sitoplasma, kemudian kapsid menjadi envelope dengan membuat tunas ke dalam vesikel sitoplasma. Virion luar memiliki diameter sekitar 200 nm.

Telah diketahui bahwa HHV-6 menpfeksi dan bereplikasi dalam lirnfosit dari sel T. Terdapat 2 jenis HHV-6, yaitu jenis HHV-6A dan HHV-6B. Kedua varian ini sangat mirip, tetapi dapat dibedakan berdasarkan selular, karakteristik biologi moluker, epidemiologi dan asosiasi klinik. Genom DNA HHV-6 sekitar 162-170 kb, dengan panjang segmen sekitar 141-143 kb Pada saliva, lebih banyak terdapat jenis HHV-6B. Meskipun infeksi primer penyakit eksantema subitum disebabkan oleh HHV-6B.

Transmisi yang mungkin terjadi adalah saat intrauterin atau perinatal, dirnana dapat ditemukan genom HHV-6 pada sel . mononuklear di darah tepi neonatus sehat dan sekret dari senriks wanita hamil. Isolasi HHV-6 diikuti dengan identifikasi dari 2 herpesvirus yang lain yang dapat menpfeksi manusia, yaitu HHV-7 dan human herpes virus-8 (HHV-8) atau Kaposi’s sarcoma-associated herpesvirus (KSHV).

Baca Juga:  Sindrom Kartagener : Genetik, Gejala hingga Tatalaksana

HHV-6 dan HHV-7 merupakan subfamili beta herpesvirus. HHV-6A dan HHV-6B memiliki hubungan yang erat dengan HHV-7. Infeksi primer HHV-7 yang Mirip dengan HHV-6 dapat menyebabkan eksantema subitum dengan demam yang tinggi.


PATOGENESIS

Transmisi infeksi HHV-6 dan HHV-7 pada anak belum jelas. Umumnya infeksi virus yang terjadi pada masa bayi bersumber secara horizontal dari orang yang tinggal dekat dengan bayi tersebut. Seperti orangtua, dokter, perawat saat membantu melahirkan, atau terjadi infeksi transplasental. DNA HHV-6 dapat ditemukan pada saliva dan sel mononuclear darah tepi dari 90% individu yang sehat. Pada individu yang sehat dapat ditemukan 100-4000 DNA genom virus HHV-6 untuk satu juta sel mononuklear pada darah tepi. Walaupun dernikian individu yang sehat dapat mentolerir jurnlah virus tersebut, atau bahkan yang lebih banyak lagi, tanpa timbul gejala penyakit.

Adanya DNA HHV-6 dalam saliva dan kelenjar liur menyebabkan HHV-6 dapat diisolasi dari saliva dan kelenjar liur tersebut, yang berarti virus dapat rnenyebar secara horizontal dari satu individu ke individu yang lain melalui sekret oral. Walaupun jarang, virus ini diduga juga dapat menyebar secara vertikal dari ibu ke bayi, dengan ditemukannya virus DNA HHV-6 dalam sekret sewiks uteri.

Infeksi primer dari HHV-7, diduga berasal dari virus yang hidup di saliva orang dewasa karena ditemukannya DNA HHV-7 pada kelenjar liur dari dewasa yang sehat. Transmisi yang mungkin te rjadi berasal dari orangtua ke anak melalui kontak dekat.

Penelitian serologis pada hubungan infeksi HHV-6 dengan eksantema subitum telah dilaporkan di Jepang. Sampel serum pasien pada fase akut dan konvalesen diperiksa melalui antibodi imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM).

Antibodi IgM dideteksi pada hari ke-5 dan marnpu bertahan selama 3 rninggu, tetapi tidak dapat dideteksi setelah 1 bulan. Antibodi IgG dideteksi pada hari ke-7, dan meningkat sampai 3 minggu serta bertahan selama 2 bulan. Ditemukan ha1 yang menarik bahwa titer antibodi terhadap HHV-6 menjadi lebih tinggi saat terjadi infeksi virus lain seperti HHV-7.

Pada penderita transplantasi sumsum tulang, infeksi HHV dapat mengakibatkan fungsi surnsum tulang menjadi tersupresi. Hal ini terjadi pada infeksi HHV-6, sedangkan infeksi HHV-7 tidak memiliki efek terhadap formasi koloni hematopoietik.

Baca Juga:  Muluscum Kontagiosum – Gejala, Penyebab dan Tatalaksana

MANIFESTASI KLINIS

Eksanterna subitum rnerupakan infeksi primer HHV-6B. Eksantema subitum merupakan penyakit yang umum, disertai panas yang akut pada anak. Meskipun manifestasi klinik dari bayi atau anak yang menderita eksantema subitum bewariasi, tetapi memiliki karakteristik khas yaitu tirnbul demam mendadak tinggi sampai 39,4″ C- 41,2 C.

Panas akan berlangsung 3-6 hari. Pada periode demam ini berhubungan dengan terdapatnya virus dalam darah. Saat periode demam selama 3-6 hari, anak menjadi rewel, tetapi bila demam sudah menurun, : anak menjadi tampak normal. Umumnya te rjadi lirnfadenopati sewikal, tetapi karakteristik yang paling utama adalah timbulnya limfadenopati di oksipital posterior pada 3 hari pertama infeksi, disertai eksantema (Nagayana’s spots) pada palatum molle dan uvula.

Setelah panas turun, kemudian timbul ruam pada tubuh, menyebar ke arah leher, wajah dan ekstremitas. Lesi yang timbul berbentuk morbilifom atau rubella-like dengan makular, lesi benvama merah muda, ukuh dengan diameter 1-3 mrn. Dapat ditemukan juga ubun-ubun besar yang menonjol namun akan sembuh secara spontan. Infeksi primer ini dapat asimtomatik, tetapi juga dapat menimbulkan mdestasi klinik yang lain darieksantema subiturn yang klasik.

Pada beberapa kasus, eksantema subitum dapat disertai gejala-gejala yang lain seperti otitis media sampai infeksi saluan pernapasan atas dan gastroenteritis. Eksantema subitum yang disebabkan oleh lnfeksi HHV-7 memiliki. Gejala yang sama dengan HHV-6, yaitu adanya demam tinggi.


PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosis eksantema subitum ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang. Demam menurun pada hari ke-3-4. Saat temperatur kembali normal, timbul erupsi makula dan makulopapular di seluruh tubuh, dimulai pada dada yang menyebar ke lengan dan leher serta sedikit mengenai muka dan kaki. Ruam kemudian menghilang, jarang menetap selama 24 jam. Jarang terjadi deskuamasi atau menimbulkan pigmentasi.

Kadang-kadang kelenjar limfe membesar, terutama di daerah servikal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratoriurn. Pemeriksaan darah rutin seperti jumlah leukosit, dirnana dapat dijumpai leukositosis. Selama 24-36 jam pertama panas, jumlah lekosit dapat mencapai 16000-20000/mm3 dengan peninggian neutrofil. Pada hari ke-2 dapat timbul leukopenia (3000-5000/mm3) biasanya pada hari ke 3-4 panas. Dapat terdapat neutropenia absolut dengan limfositosis relative (90%). Kadang-kadang dapat timbul monosit dalarn jurnlah besar.

Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan serologis, seperti pemeriksaan terhadap imunoglobulin M terhadap antibodi penderita, dm dapat dilakukan pemeriksaan polymerase

Chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA HHV-6 pada saliva dan kelenjar liur. Pemeriksaan secara pasti untuk menentukan infeksi primer dari HHV-6 sangat sulit. Meskipun terdapat berbagai macam tes serologi tetapi tetap tidak akurat. Adanya antibodi maternal pada bayi dengan peningkatan 4 kali pada titer serologi, dapat menandakan reaktivasi atau dapat pula berhubungan dengan infeksi yang lain.

Baca Juga:  Gagal Ginjal Kronis pada Anak : Gejala, Pemeriksaan dan Tatalaksana

Pemeriksaan serologis HHV-6 dan HHV-7 dapat menunjukkan adanya reaksi silang, sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Antibodi IgM terhadap HHV-6 umumnya dapat terdeteksi 5-7 hari pertama setelah infeksi primer. Deteksi DNA HHV-6 pada darah dan saliva, dengan polymerase chain reaction tidak dapat membedakan suatu infeksi persisten atau infeksi primer. HHV-6 yang persisten pada sel mononuklear darah tepi umumnya terdapat pada anak setelah infeksi primer.


DIAGNOSIS BANDING

Secara umum untuk mendiagnosis banding penyakit eksantematous akut, dapat berdasarkan beberapa hal seperti ini yaitu riwayat dan perjalanan penyakit dari infeksi tersebut dan imunisasi, tipe dari periode prodormal, bentuk dari ruamnya, adanya tanda patognomonis atau tanda diagnostik lainnya, dan tes laboratorium. Pada penyakit eksantema subitum : dengan ruam makulopapular terdapat banyak diagnosis banding, seperti morbili, rubela, demam skarlet, drug eruptions, dan miliaria.


TATALAKSANA

Tidak ada terapi spesifik yang direkomendasikan untuk infeksi primer dari HHV-6, karena pada umumnya anak dengan eksantema subitum dapat sembuh sempurna hanya dengan pengobatan simptomatik saja.


KOMPLIKASI

Penderita dengan eksantema subitum memiliki komplikasi-komplikasi yang umumnya terjadi pada susunan saraf pusat. Komplikasi yang jarang te rjadi adalah meningoensefalitis atau ensefalitis, dan hemiplegia.

Kejang demam merupakan komplikasi yang paling serjng terjadi saat infeksi akut dan timbul pada anak dengan infeksi primer dengan usia antara 12-15 bulan. HHV-6 dapat bertahan dalam cairan serebrospinal setelah infeksi primer pada anak sehat. Hal ini berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak.

Predileksi yang sering adalah pada lobus temporal dan lobus frontal. HHV-6 seperti telah dijelaskan dapat menginvasi otak secara langsung dan sel-sel neural, baik pada individu yang sehat maupun pada penderita yang imunokompromis.


REFERENSI

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, & adelberg’s medical microbiology. 2Pded. Boston:The McGraw-Hill Companies,Inc, 2004. p.429-446.

Pickering LK, Peter G, Baker CJ, Gerber MA, MacDonald NE, Orenstein WA, et al. Editors. Red Book: Report of the committee on infechous diseases. 25Lhe d. Elk Grove Village, 1L.American academy of pediatrics;2003. p.322-24.

Rudolph CD, Rudolph AM. Rudolph’s pediatrics. 21″ ed. The McGraw-Hill companies, 2002. p.1039-1041.

Sumarno, et al, 2008. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis. Badan Penerbit IDAI: Jakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *