Sindrom Nefrotik : Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana

sindrom nefrotik
sindrom nefrotik

Sindrom Nefrotik adalah adanya protein dalam urin (proteinuria) dalam jumlah banyak terutama albumin (>1 g/m2/24 jam), hipoproteinemia (serum albumin serum < 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia (>250 mg/dl) dan edema.

Protein dan albumin secara fisiologis difiltrasi oleh glomerulus. Tingginya konsentrasi albumin di darah menghasilkan albumin terfiltrasi baik. Albumin terbanyak direabsorbsi dan dikatalis di tubulus proksimal. Sejumlah kecil protein berada di urin pada anak sehat yakni < 4 mg/m2/24 jam.

Bacaan Lainnya

Proteinuria nefrotik pada anak didefinisikan sebagai protein melebihi 40 mg/m2/24 jam. Proteinuria di antara batas 4-40 mg/m2/24 jam adalah abnormal, tetapi belum menjadi sindrom nefrotik.


Patofisiologi

Beberapa mekanisme menghasilkan proteinuria. Gangguan reabsorbsi protein di tubulus proksimal, seperti pada sindrom fanconi dan eksprosur obat/ logam, dapat menyebabkan proteinuria. Factor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus juga menghasilkan proteinuria. Factor ini meliputi kerusakan fisik, hemodinamik abnormal dan perubahan hormone.

Usia, ras dan kondisi geografis mempunyai pengaruh terhadap insidensi dari sindrom nefrotik. HLA tipe HLA DR7, HLA-B8, dan HLA-B12 berhubungan dengan peningkatan insidensi sindrom nefrotik. Kelainan utama adalah peningkatan permeabilitas glomerural terhadap protein, karena kehilangan membrane basal glomerulus sialoprotein, akan meningkatkan kehilangan normal negative charge.

Proteinuria massif, menghasilkan penurunan serum protein terkhusus albumin. Tekanan okontik plasma turun, menghasilkan cairan dari vascular berpindah ke kompartemen intertisial. Aliran darah ginjal dan GFR tidak biasanya turun, dan malah pada beberapa kasus, GFR di atas normal.

Pembentukan edema, karena penurunan volume darah dan peningkatan reabsorbsi NaCl di tubular untuk mengaktivasi system renin angiotensin aldosterone. Lipid serum termasuk kolesterol dan trigliserid dan level lipoprotein, meningkat karena hipoproteinemia menstimulasi sintesis lipoprotein hepar, ketika metabolism lipid berkurang.


Epidemiologi

Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) adalah bentuk tersering histologis dari sindrom nefrotik, terjadi 70-80% kasus. Laki-laki lebih sering terimbas daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Anak-anak dengan usia kurang dari 7 tahun, bentuk sindrom nefrotik seringnya MCNS. Terapi steroid trial diindikasikan sebelum biopsy.

Baca Juga:  Penyakit Kawasaki (Gejala, Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana)

Kemunculan adanya Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) biasanya identic dengan MCNS. FSGS dapat berprogres dari MCNS atau terjadi sendiri tanpa diikuti penyakit lain. FSGS terjadi sekitar 10% anak dengan sindrom nefrotik.

Nefropati Membranosa jarang terjadi di anak. Sekitar 1% anak dengan sindrom nefrotik memiliki lesi ini pada biopsy ginjal. Nefrotik membranosa ini sering terjadi pada dewasa dan anak dengan infeksi sistemik seperti hepatitis B, sifilis, malaria, dan toksoplasmosis atau menerima terapi obat (gold salts, penicilamin). Hematuria sering terjadi.

Congenital nefrotic syndrome didefinisikan sebagai sindrom nefrotis klinis yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan. Ada 2 tipe, tipe Finnish adalah autosomal resesif yang sering terjadi pada orang scandavian dimana terjadi mutasi pada komponen protein di filtrasi glomerulus. Tipe heterogenus grup abnormalitas termasuk difus mesangeal sclerosis, dan kondisi ini berhubungan dengan obat atau infeksi.

Diagnosis prenatal dibutuhkan jika ada peningkatan level dari serum alfa fetoprotein maternal. Bentuk sekunder dari sindrom nefrotik dapat menjadi SLE (systemic lupus Erythematosus) dan infeksi (sifilis, hepatitis B).


Manifestasi Klinis

  1. Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah adanya pitting edema tiba-tiba, dengan peningkatan berat badan dan asites.
  2. Nyeri abdomen dan malaise dapat muncul, terutama disertai ascites (perut distensi terisi cairan).
  3. Tekanan darah cenderung normal, gangguan sirkulasi jarang terjadi meskipun terjadi penurunan serum albumin.
  4. Diare (intestinal edema) dan distress respiratory (pulmonary edema atau efusi pleura) dapat terjadi.
  5. Tipe MCNS didefinisikan munculnya secara persisten hematuria, insufisiensi renal termasuk peningkatan BUN dan kreatinin, oliguria, hipertensi dan hipokomplementemia.


Penegakkan Diagnosis

Proteinuria +1 atau lebih besar, +2, +3 pada pemeriksaan urin rutin sewaktu menunjukkan derajat proteinuria. Metode terbaik dengan mengukur rasio protein-kreatinin, dimana normalnya dibawah 0,2 diukur urin pagi hari.

Kebanyakan serum lipid seperti kolesterol dan trigliserid dan lipoprotein meningkat dari sintesis hepatal lipoprotein dan menurunkan metabolism lipid. Proteinuria, hiperkolesterolemia dan hipoalbunemia di uji dengan serum C3 komplemen. Jika kadar C3 rendah, maka biopsy renal diindikasikan sebelum trial terapi steroid. Microscopic hematuria dapat muncul (sekitar 20% kasus) tetapi tidak dapat menunjukan respon terapi steroid.

Baca Juga:  Liken simpleks kronis (LSK)
EVALUASI PROTEINURIA PADA ANAK*
1. anamesis lengkap dan pemeriksaan fisik
2. konfirmasi proteinuria dengan pemeriksaan ulangan urinalisis
3. urin pagi hari diperiksa total protein dan kreatinin, jika rasio protein dan kreatinin kurang dari 0,5 dilanjutkan pemeriksaan 4-6.
4. mengukur kadar elektrolit serum, BUN, kreatinin. (hitung kreatinin clearance) dan total protein, albumin dan kolesterol.
5. ukur streptozyme, C3, C4 dan ANA
6. USG renal
Catatan : *jika step 4-6 abnormal, jika ada riwayat keluarga penyakit ginjal, hematuria, hipertensi, edema atau jika ada manifestasi lain renal atau gejala sistemik muncul, biopsy dibutuhkan. ANA=antinuclear Antibody.

Diagnosis Banding

Proteinuria transien terlihat setelah olahraga berat dan terlihat juga saat demam dan anak dehidrasi. Proteinuria biasanya ringan dengan rasio protein-kreatinin kurang dari 1, dan tidak mengindikasikan penyakit ginjal.

Proteinuria Postural (orthotastic) adalah kondisi ringan yang didefinisikan normalnya ekskresi protein ketika pasien berbaring, tetapi signifikan meskipun proteinuria moderat ketika berdiri. Persisten proteinuria berkaitan dengan penyakit ginjal.

Proteinuria glomerural diklasifikasikan derajatnya, (Proteinuria ringan (<0,5 g/m2/24 jam) terlihat pada pyelonephritis, renal cystic disease, obstructive uropathies dan glomerulonephritis ringan. Proteinuria sedang (0,5-1,0 g/m2/24 jam) terlihat pada Glomerulonefritis Post Streptococcal, henoch-schonlein nefritis ringan, pyelonephritis berat, glumerulonefritis kronis dan sindrom uremikum hemolitik. Proteinuria berat (>1 g/m2/24 jam) dicirikan dengan sindrom nefrotik.


Tatalaksana

Prinsip terapi adalah mengurangi edema, dapat diberikan steroid seperti prednosone. Karena sekitar 80% anak usia 1-7 tahun dengan tipikal MCNS berespon terhadap kortikosteroid, terapi steroid dapat diberikan tanpa dilakukan biopsy renal.

Terapi spesifik untuk MCNS adalah prednoson 2 mg/kg/hari (60 mg/m2/24 jam) dibagi dalam 2 – 4 dosis setiap harinya. Sekitar 92% anak berespon terhadap steroid selama 4 minggu. Durasi optimal dari terapi steroid adalah 12 minggu. Jika anak tidak berespon terhadap terapi prednisone setiap harinya, biopsy renal diindikasikan karena resistensi steroid meningkatkan peluang patologi yang lain selain MCNS. Resistensi steroid dan relaps di MCNS mungkin diperlikan terapi imunosupresif.

Baca Juga:  Paten Duktus Arteriosus (PDA) : Gejala, Diagnosis dan Tatalaksana

Belum ada eviden terapi efektif untuk FSGS, meskipun steroid dosis tinggi atau agen imunosupresif dapat membuat remisi terapi. Sekitar 80% pasien dengan FSGS tidak berespon baik dengan terapi kortikosteroid.

Edema di sindrom nefrotik, diterapi dengan mengurangi intake garam. Edema berat membutuhkan diuretic. Diuretic yang berlebihan dapat menyebabkan hipovolumia. Pada situasi ini, harap berhati-hati memberikan albumin 25% parenteral (0,5 g/kg intravena selama 1-2 jam) dengan IV loop diuretic Furosemid dimana menghasilkan diuresis.

Hipertensi akut diterapi dengan B-blocker atau Chalcium Channel Blocker. Hipertensi persisten sering berespon baik dengan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor.


Komplikasi

Infeksi adalah komplikasi utama pada anak dengan sindrom nefrotik. Bacteremia dan peritonitis dapat terjadi dengan E. Coli dan Streptococcus Pneumoniae. Antibiotik dan pengawasan ketat dilakukan bila didapati pasien demam tinggi.

Efek samping steroid sering terjadi pada initial nonresponder pasien dan pasien dengan relaps. Hipovolumia dari diare dan penggunaan diuretic juga sering terjadi. Kehilangan protein dapat memcu hiperkoagulasi denganrisiko tromboemboli.

Warfarin, aspirin dosis rendah dan dipyridamol telah digunakan untuk meminimalkan bekuan darah (clots).

Komplikasi Sindrom Nefrotik
1. Peritonitis Bakterial Spontan
2. bacteremia
3. toksisitas terapi steroid
4. toksisitas terapi imunosupresif
5. akut renal failure
6. hipertensi
7. Hipercoagulable state (thrombosis vena renalis, Emboli pulmo)

Prognosis

Kebanyakan anak dengan sindrom nefrotik menjadi remisi. Sekitar 80% anak dengan MCNS relaps proteinuria, dimana didapatkan proteinuria 3-5 hari berurutan. Banyak anak dengan FSFS berprogres menjadi gagal ginjal kronis. Rekurensi FSFS terjadi pada 30% anak dan membutuhkan transplantasi renal.


Referensi

Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson, HB, 2006. Nelson : Essentials of Pediatrics, 5th edition, International Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *