Pertusis : Gejala, Penyebab dan Tatalaksana

Pertusis adalah penyakit yang disebabkan bakteri bordetella pertussis dan agen infeksi lainnya. Pertussis disebut juga whooping cough syndrome, biasanya disebabkan B. pertussis, kuman gram negative, dan basil. Beberapa pertusis disebabkan bakteri lain seperti bordetella parapertusis, yang tidak berefek pada vaksinasi B. pertusis.

Pertusis dan B. parapertusis menginfeksi manusia saja, dan hanya transmisi antar manusia melalui penularan batuk. Adenovirus dapat berhubungan dengan pertusis. Infeksi dobel antara B. pertusis dan adenovirus terjadi lebih sering disbanding yang diekspektasikan.

Bacaan Lainnya

Epidemiologi

Masa inkubasi rata-rata 6 hari. Pasien lebih tertular pada masa fase awal. Kejadian tahunan pertusis sekitar 100-200 kasus tiap 100.000 populasi pada era prevaksinasi dan tinggi pada Negara berkembang. Di US, insidensi pertusis sejak 1980 meningkat dari 5000 hingga 10.000 kasus telah di laporkan setiap tahunnya.

Insidensi tertinggi pada pertusis di US pada usia lebih muda dari 4 bulan, dimana anak terlalu muda untuk diimunisasi dan mempunyai komplikasi pneumonia atau infeksi berat lainnya sehingga angka mortalitasnya tinggi.

Jika angka vaksinasi tidak tinggi, angka pertusis meningkat. Di Inggris, ada penurunan teratur insidensi pertusis hingga 1970, dan kejadiannya meningkat ketika vaksinasi turun. Data tersebut sama di jepang, dimana penurunan insidensi kasus ketika vaksinasi berlangsung efektif.


Manifestasi Klinis

Pertusis klasik adalah sindrom yang terlihat pada infant disbanding pada periode neonatal dan usia sekolah. Progresifitas penyakit ini dibagi menjadi kataral, paroksismal dan konvalescen.

  1. Fase Kataral

Fase ini ditandai dengan tanda tidak spesifik (injeksi, meningkatnya sekresi nasal, dan demam grade rendah) selama 1-2 minggu.

  1. fase paroksismal

Fase paroksismal adalah fase khusus dan unik pada pertusis. Batuk terjadi pada fase paroksismal selama ekspirasi, menyebabkan anak kesulitan bernafas. Bentuk batuknya seperti mau mengeluarkan jaringan nekrotik epitel bronkial yang diliputi mukosa tebal. Ini terjadi selama 2-4 minggu. Inhalasi tenaga kuat (forceful), dimana glottis menyempit akan menimbulkan gejala khas yang disebut dengan WHOOPING. Emesis (muntah) sering terjadi setelah batuk.

  1. Fase Kovalesen

Fase ini ditandai dengan resolusi membaik selama 1-2 minggu. Batuk menjadi lebih ringan, dan whooping semakin mereda. Meskipun batuk dapat hilang dalam 6-8 minggu, tetapi batuk residu dapat terjadi berbulan-bulan terutama pada kondisi fisik lemah, stress dan iritasi terhadap saluran nafas.

Baca Juga:  Plasenta Previa

Infant muda mungkin tidak menunjukkan gejala klasik pertusis, dimana tanda pertamanya adalah apnea. Pada infant muda sering terjadi kerusakan CNS karena hipoksia, dan terjadi juga bacterial pneumonia. Orang dewasa dan remaja dengan pertusis, biasanya muncul dibarengi bronchitis berkepanjangan. Gejalanya tidak terlalu beda disbanding anak-anak, tetapi whooping nya lebih tidak muncul, meskipun kondisinya lebih parah. Batuk biasanya tetap ada minggu sampai berbulan-bulan.


Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dari pertusis berdasarkan isolasi B. Pertussis dimana biasanya didapat dari fase awal, dengan kultur nasofaringeal swab pada Medium Regan-Lowe atau medium Gliserin-potato-blood agar (bordet-gengeu) dan penisilin ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Flouresensi langsung pewarnaan antibody untuk mendeteksi organisme secara teknis sulit, tergantung skil laboran dan mempunyai spesifitas rendah. PCR malah lebih bagus.  Tes serologis tidak terlalu bermanfaat pada fase awal infeksi.

Karateristik dari pertusis pada pasien usia neonatal adalah tingginya angka limfosit pada darah tepi. Pada B. pertusis klasik, limfositosis ditemukan pada 75%-85% kasus, meskipun infant leih jarang. Angka leukosit dapat meningkat dari 20.000 sel/m3 sampai lebih dari 50.000 sel/m3, dan dominan limfosit matur.

Tidak biasanya muncul tanda radiografi seperti atelectasis segmental paru, tetapi perihilar infiltrate dapat muncul dan sama karateristiknya dengan yang muncul pada pneumonia viral.


Diferensial Diagnosis

Untuk anak-anak, gejala klasik pertusis, diagnosisnya didasarkan pada munculnya bentuk penyakit dan karateristiknya terutama pada fase paroksismal. Virus respirasi seperti RSV, parainfluenza virus dan C. pneumonia dapat menjadi bronchitis pada infant. Pada anak yang berusia lebih tua, M. pneumonia dapat menjadi bronchitis lama, dan susah dibedakan dari pertusis.


Tatalaksana

Eritromicin diberikan secepatnya pada penyakit untuk eradikasi organosme nasofaringeal pada hari ke 3-4. Terapi tidak efektif pada fase paroksismal. Ketika diberikan pada neonatal dengan usia kurang dari 4 minggu, eritromicin dapat menyebabkan stenosis pylorus, tetapi terapi ini masih direkomendasikan karena pertusis pada usia ini sangat kita waspadai.

Baca Juga:  Sindrom Jacobsen : Penyakit Kongenital Autisme dan ADHD [Lengkap]

Azitromicin dan claritomicin dapat diberikan untuk durasi pendek dan berkaitan dengan efek samping saluran cerna. TMP-SMZ (trimetropin-sulfametoksazol) bisa menjadi alternative, apabila terapi utama tidak dipakai/resisten. Immunoglobulin juga sangat efektif  mengurangi gejala dari fase paroksismal.


Komplikasi

Komplikasi utama yang sering terjadi pada anak-anak dan infant adalah hipoksia, apnea, pneumonia, kejang, ensefalopati dan malnutrisi. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia karena B. Pertussis atau dari infeksi sekunder pneumonia dari s. pneumonia, Hib dan S. aureus.

Gejala batuk whooping juga paroksismal bisa menyebabkan alveolus rupture dan menghasilkan pneumomediastinum, pneumonia, emfisema subkutan da intertisial, epitaksis, hernia, perdarahan retina dan subkonjungtiva. Otitis media dan sinusitis juga bisa terjadi.


Referensi

Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson, HB, 2006. Nelson : Essentials of Pediatrics, 5th edition, International Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *