Laringotrakeobronkitis (Croup) : Batuk Rejan

doktermuslim

Laringotrakeobronkitis adalah adanya peradangan pada area saluran nafas tengah laring, trakea dan bronkus yang disebabkan  parainfuenza virus tipe 1,2 dan 3 dan RSV (Respiratory syncitial Virus). Nama lainnya adalah croup atau batuk rejan.

Pada Laringotrakeobronkitis, terdapat inflamasi pada saluran airway, yang berefek pada anak-anak karena penyempitan diameter yang disebabkan mukosa yang edema, dan adanya inflamasi akan memicu resistensi airway sehingga didapatkan kesulitan bernafas.

Bacaan Lainnya

Selama inspirasi, dinding spasium subglotik cenderung “lelah” karena sulitnya bernafas, karena adanya obstruksi dan akan menghasilkan bunyi stridor karateristik dari croup.


Epidemiologi

Croup paling banyak ditemukan pada anak dengan usia 6 bulan sampai 3 tahun, dengan puncaknya pada musim gugur dan awal musim salju pada Negara 4 musim. Episode gejala biasanya diikuti dengan common cold (gejala masuk angin). Gejala reinfeksi biasanya terjadi, dan bersifat ringan.


Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari croup atau laringotrakeobronkitis adalah :

  1. batuk, hoarseness (serak, suara mirip kuda), inspiratory stridor, demam grade rendah, dan distress respirasi lambat dan cepat.
  2. Stridor adalah suara keras, nada tinggi yang dihasilkan saat respirasi karena turbulensi udara biasanya saat inspirasi, bias juga bifasik dan merupakan tanda utma obstruksi saluran nafas atas.
  3. Croup dicirikan batuk keras yang disebut “barking” (seperti anjing menggonggong), atau brassy (seperti alat music tiup yang menggelegar).
  4. Tanda dari obstruksi saluran nafas atas, seperti sulit bernafas, retraksi suprasternal, intercostal, dan subcostal dapat ditemukan dalam pemeriksaan.
  5. Wheezing (mengi) juga dapat muncul jika ada tanda obstruksi saluran nafas bawah.
Baca Juga:  Sindrom Wiliam : Gejala, Penyebab dan Pengobatan

Table manifestasi klinis laringotrakeobronkitis

Feature Viral Laringotrakeobronkitis Epiglotitis Bakterial Trakeitis Spasmodic croup
Viral prodromal illness ++ +
Umur rata-rata 6-36 bulan (60%<24 bulan) 3-4 tahun (25% <2tahun) 4-5 tahun 6-36 bulan (60%<24 bulan)
Onset illness Gradual 2-3 hari Akut (6-24 hari) Akut (1-2 hari) Tiba-tiba (saat malam)
Demam +/- + +
Toksisitas + ++
Stridor inspirasi Keras ringan keras keras
Drooling, neck hiperekstensi ++ +
Batuk ++ ++ ++
Sore troat +/- ++ +/-
Positif kultur darah + +/-
Leukositosis + +
Rekurensi + ++
Hospitalisasi dan intubasi endotracheal jarang sering sering jarang
Keterangan : + : muncul, – : tidak ada, +/- : bias muncul bias tidak, ++ : sering muncul.

Pemeriksaan Penunjang

Radiografi antoreioposterior pada leher sering dilakukan tetapi tidak selalu, dan ditemukan penyempitan subglotik, yang merupakan tanda khas croup dan disebut dengan steeple sign.

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak terlalu berguna dalam menentukan diagnosis. Leukosistosis sering tidak terjadi dan menunjukkan epiglottitis atau bacterial trakeitis. Banyak rapid tes (PCR atau antigen) ada untuk memeriksa parainfluenza virus dan RSV.

Sensitivitas pemeriksaan imunoflouresensi indirek RSV sebesar 75-97%, sensitivitas dan nilai prediktif value untuk parainfluenza virus lebih kecil disbanding RSV.


Diferensial Diagnosis

Diagnosis dari croup biasanya ditentukan dengan manifestasi klinis. Stridor pada anak kurang dari 4 bulan atau gehala persisten lebih dari 1 minggu mengindikasikan ada lesi lain (subglotik stenosis atau hemangioma) dan membutuhkan laringoskopi.

  1. Epiglotitis

Epiglotitis biasanya terjadi pada anak usia 1-5 tahun, dan merupakan emergensi karena risiko obstruksi tiba-tiba. Imunisasi Hib digali karena sering menjadi penyebab utama. Infeksi Hib sangat terlihat. Stridor sering muncul tetapi harus dibedakan dengan croup dengan  onset tiba-tiba,  progesifitas cepat, demam tinggi, muffle (suara tidak jelas) disbanding suara hoarsness, disfagia, susah tidur, sering duduk, mulut membuka dan sniffing position (jaw trust maju).

Baca Juga:  Penyakit Beri-beri : Penyebab, Gejala hingga Mengobati

Radiologi lateral menunjukkan penebalan dan bulging epiglottis (thumb sign) dan menebal pada plika arytenoid. Diagnosis di konfirmasu dengan observasi langsng inflamasi dan pembengkkan pada struktur supraglotik, dan pembengkakan, Cerry-red epiglottitis dan dilakukan oleh dokter spesialis bedah dan anestiologi untuk dilakukan endotracheal tube atau tracheostomy di ruang operasi.

Epiglottitis membutuhkan intubasi endotracheal untuk menjaga airway dan terapi antibiotic. Recoveri klinis sangat cepat dan anak dapat di ekstubasi secara aman dalam 48-72 jam.

  1. Bakterial tracheitis

Bacterial trakeitis sangat jarang tetapi merupakan infeksi serius pada trachea yang dapat diikuti viral croup,dan sering disebabkan S. aureus. Gejala meliputi demam tinggi dengan batuk dan stridor. Diagnosis membutuhkan visualisasi pada saluran nafas tengah, dengan kultur mucus yang menbal, debris mucopurulen subglotik. Terapi meliputi intubasi endotracheal dan antibiotic.

  1. Spasmodic croup

Spasmodic croup dideskribsikan gejala croup yang muncul tiba-tiba, biasanya malam hari tetapi tanpa prodromal saluran respirasi atas. Episode ini sering rekurensi, dan biasanya durasinya pendek. Spasmodic croup lebih ringan dari viral croup, dan respon terapi relative lebih simple, seperti diberikan eksprosur sejuk dan kelembaban udara. Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui pasti, tetapi diduga karena alergi.


Tabel diferensial diagnosis

Infeksi Non-infection condition
Akut laringotracheobronkitis Aspirasi benda asing
Epiglottitis Edema angioneurotik
Faringitis Spasmodic croup
Abses parapharingeal Ingesti of caustic or hot fluid
Laringopharingeal diphtheria Trauma, inhalasi asap rokok
Laryngeal papilomatosis Laringomalasia
Ekstrinsik inflamantori mass compressing the trachea (seperti tuberculosis) Congenital subglotik stenosis
Ekstrinsik inflamantori mass compressing the trachea (seperti higroma, hemangioma, malformasi vaskuler)
Hipokalsemia
Paralisis plika vocalis

Tatalaksana

  1. Pemberian aerosol racemic (D- dan L-) atau L-epinefrin dapat mengurangi edema subglotik, dengan vasokontriksi alfa-adrenergic, dan terbukti terdapat perbaikan klinis. Puncak efek selama 10-30 menit, tapi dapat melebar sampai 2 jam.
  2. Efek rebound dapat muncul, dengan gejala memburuk ketika kadar obat menghilang. Terapi aerosol dapat diulangi setiap 20 menit, (tidak boleh melebihi 1-2 jam) pada kasus berat.
  3. Oral dan IM deksametason untuk anak dengan croup ringan dan sedang akan mengurangi kebutuhan hospitalisasi atau mengurangi dirawat di rumahsakit.
  4. Anak harus diminta tetap tenang, dengan meminimalkan bernafas dengan tenaga kuat (relaksasi). Caranya dengan orangtua duduk di samping anak dan menenagkan anak.
  5. Pemberian sedative harus berhati-hati dan hanya dalam ICU. Udara sejuk diberikan dalam facemask untuk mencegah keringnya sekresi sekitar laring.
  6. Hospitalisasi sering dibutuhkan untuk anak dengan Stridor saat ia istirahat. Anak menerima terapi aerosol harus di hospitalisasi dan diobservasi selama 2-3 jam karena risiko rebound.
  7. Menurunnya gejala, mengindikasikan perbaikan, atau justru fatigue dan segera terjadi gagal nafas.
Baca Juga:  Cara Membuat Larutan Oralit Bagi Anak dan Dewasa

Komplikasi

Komplikasi dari croup yang paling sering muncul adalah pneumonia viral, yang terjadi pada 1-2% anak dengan croup. Parainfluenza pneumonia dan pneumonia bakteria sekunder sering terjadi terutama pada anak dengan imunocompromise (system imun turun).


Prognosis

Prognosis dari croup sangat baik. Penyakit biasanya sembuh dalam 5 hari. Selama pertumbuhan dan perkembangan anak, mereka menjadi kurang peka terhadap infeksi virus pada saluran nafas tengah.


Pencegahan

Belum terdapat vaksin untuk virus parainfluenza dan RSV.


Referensi

Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson, HB, 2006. Nelson : Essentials of Pediatrics, 5th edition, International Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *