Menentukan Waktu Kematian : Tanatologi Forensik

memperkirakan dan menentukan waktu kematian

Dalam memperkirakan dan menentukan waktu kematian, kita harus mengetahui tanda-tanda kematian seseorang. Tanda kematian dalam medis dikenal ada 2 macam: yaitu tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti. Tanda kematian pasti meliputi lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rogor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan (decomposisi, putrefaction), adiposera dan mummifikasi.

Tanda kematian tidak pasti meliputi pernafasan berhenti, yang dinilai selama 10 menit, terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, kulit pucat, tonus otot menghilang dan terjadi relaksasi primer, terjadi segmentasi arteri dan vena di retina menuju perifer retina, dan terjadi pengeringan kornea yang menyebabkan kekeruhan.

Bacaan Lainnya

MENILAI BERHENTINYA SIRKULASI

Untuk menilai berhentinya sirkulasi, dapat digunakan beberapa tes dan uji. Perhatikan tabel rangkuman berikut ini:

Menilai berhentinya sirkulasi
Icard’s test Pada bagian kulit hipodermis diberikan injeksi zat fluoresen, jika masih hidup warna kult sekitarnya akan berwarna kehijauan, sedangkan apabila sirkulasi telah berhenti maka tidak terjadi proses tersebut.
Diaphanois test Pada struktur jaringan diantara pangkal jari tangan disorotkan lampu, orang yang masih hidup akan menunjukkan warna merah, sedangkan setelah mati warnanya menjadi kuning pucat.
Magnus’s test Pada bagian pangkal jari diberi ikatan yang cukup kuat untuk menghambat aliran vena, namun tidak sampai menghambat arteri. Warna jari akan tetap putih apabila sirkulasi telah berhenti.

MENENTUKAN WAKTU KEMATIAN  : TANDA KEMATIAN PASTI

  1. Algor Mortis (penurunan Suhu tubuh)

Penurunan suhu tubuh terjadi setelah kematian. Hal ini merupakan proses fisiologis dimana terjadi perpindahan panas lingkungan dan mayat melalui konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi. Penurunannya bersifat sigmoid. Perhatikan tabel berikut ini, dan hafalkan. Sangat penting agar kita dapat menentukan waktu kamatian.

Penurunan Suhu
2 jam pertama Pada masa ini, suhu turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh dan suhu sekitarnya
2 jam berikutnya Kemudian, pada fese ini suhu tubuh cenderung lebih rendah dibandingkan dengan nilai  pertama.
2 jam berikutnya Pada waktu ini suhu tubuh turun setengah dari nilai kedua
2 jam berikutnya Pada waktu ini suhu tubuh turun seperdua dari nilai akhir atau seperdelapan dari nilai awal
Baca Juga:  Uji Toksikologi Forensik : Jenis dan Prosedur
Penilaian Algor Mortis
1 -3 jam : suhu turun secara lambat 6-9 jam : suhu turun secara cepat 15-20 jam : suhu turun menyesuaikan dan menstabilkan dengan suhu lingkungan.
  1. Livor Mortis (Lebam Mayat)

Livor Mortis adalah perubahan warna keunguan dan kemerahan pada kulit dibagian terendah tubuh setelah terjadi kematian. Nama lainnya lebam mayat, hipostasis, post mortem staining, post mortem lividity, sugglilasi.

Livor mortis terjadi karena terjadi relaksasi tonus otot di pembuluh darah. Adanya gravitasi menarik darah ke arah terbawah tubuh, dan akhirnya karena sirkulasi tidak ada, menyebabkan sedimentasi sel darah merah. Sedimentasi inilah yang memicu warna merah di bagian terbawah. Hafalkan tabel berikut ini untuk menentukan waktu kematian.

Penilaian Livor Mortis (lebam Mayat)
20-30 menit pertama :

Lebam Mayat Mulai Tampak

30 menit – 8 jam pertama:

Lebam Mayat hilang dengan penekanan

Lebih dari 8-12 jam pertama:

Lebam mayat, menetap dan tidak hilang dengan penekanan.

Warna Khusus yang sering dijumpai
Warna Keterangan
Reddish Terbakar dan coal
Dark Bluish VIolet Asfiksia
Dark brown Keracunan aniline, fosfor, nitrit, klorat. Terbentuk karena peningkatan produksi methemoglobin.
Blackish Keracunan opioid
Cerry pink Keracunan carbon monoksida.
Pink disekitar sendi besar Hipotermia
Bright red Keracunan cyanide
  1. Rigor Mortis (Kaku Mayat)

Rigor mortis atau kekakuan mayat terjadi karena otot kekurangan oksigen terhadap perubahan suhu. Ditandai dengan relaksasi, yaitu otot dapat digerakkan segala arah. Rigor mortis terjadi setelah kematian tingkat seluler, karena kekurangan oksigen dan terbentuk asam laktat.

Kekurangan oksigen ini membuat, ATP tidak dapat dihasilkan lagi. ATP yang tidak ada dan minimal, disertai tingkat asam laktat tinggi, menyebabkan aktin dan miosin berikatan dan menimbulkan kekakuan.

Kekakuan dimulai dari otot kecil, ke arah dalam dan menjalar kraniocaudal. Terdapat periode relaksasi sekuder, dimana terjadi relaksasi kembali setelah terjadi dekomposisi dari serabut aktin dan myosin.

Kekakuan mayat dipengaruhi oleh :

  1. Keadaan lingkungan, yaitu Kondisi lingkungan dengan suhu rendah dan relatif kering, Kekauan mayat terjadi lebih cepat dan berlangsung cepat pada lingkungan dingin dibandingkan lingkungan yang lembab dan panas.
  2. Usia yaitu saat anak-anak dan orang tua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama
  3. Cara kematian yaitu saat pasien dengan penyakit kronis dan sangat kurus, kaku mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama
  4. Kondisi otot yaitu jika semakin berat massa otot (atletis), kaku mayat semakin lambat terjadi
  5. Aktivitas premortal yaitu apabila aktivitas tinggi sebelum kematian, kaku mayat lebih cepat terjadi
Memperkirakan Rigor Mortis (Kekakuan Mayat)
0-2 jam pertama :

Terjadi relaksasi primer

2 jam pertama :

Kaku mayat mulai terlihat

12-24 jam pertama :

Kaku mayat lengkap seluruh tubuh

24-36 jam pertama :

Terjadi relaksasi sekuder

Bedakan kaku mayat dengan kekakuan karena panas (Heat Stiffening), kekakuan karena dingin (cold stiffening), dan spasme cadaver (cavaderic spasm).

  1. Spasme Kadaver: Keadaan ini terjadi jika sebelum meninggal, korban melakukan aktivitias tinggi. Antivitas tinggi memicu kekakuan lebih cepat. Kondisi ini tidak akan mengalami tahapan relaksasi primer dan bentuk kekakuan menunjukkan aktivitas terakhir korban.
  2. Kekakuan karena dingin: Pada suhu yang sangat dingin, terjadi pembekuan jaringan lemak dan otot. Bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi. Bila mayat dipindahkan ke tempat dengan suhu lingkungan yang lebih tinggi maka kekakuan akan hilang.
  3. Kekakuan karena panas: Terjadi jika mayat terpapar pada suhu yang lebih tinggi dari 75oC, atau jika mayat terkena arus listrik tegangan tinggi akan memicu terjadi koagulasi protein sehingga otot menjadi kaku. Pada kasus terbakar, keadaan mayat menunjukan postur tertentu yang disebut dengan pugilistic attitude, yaitu suatu posisi di mana semua sendi berada dalam keadaan fleksi dan tangan terkepal. Perbedaan antara kaku mayat dan kaku karena panas adalah adanya tanda bekas terbakar, otot akan mengalami laserasi bila dipakasa untuk diregangkan, dan tidak terjadi relaksasi primer maupun sekunder.
Perbedaan Spasme Kadaver dan Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Aspek yang dinilai Spasme Kadaver Kaku Mayat
Rangsangan listrik Ada respon otot Tidak ada respon otot
Kematian sel Tidak ada Ada
Suhu Mayat Hangat Dingin
Kepentingan Medikolegal Menunjukkan cara kematian Perkiraan saat kematian
Kaku Otot Sangat jelas, untuk melawan perlu tenaga yang kuat Tidak jelas, dapat dilawan dengan tenaga ringan
Otot yang terkena Terbatas pada otot volunter Semua otot volunter dan involunter
Faktor predisposisi Aktivitas berlebih, dan kematian mendadak Tidak ada
Mulai muncul Segera setelah Meninggal 1-2 jam setelah meninggal
  1. Pembusukan (dekomposisi dan putrefekasi)

Pembusukan atau dekomposisi adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat proses putrefaksi dan autolisis. Pembusukan pertama kali tampak pada perut kanan bawah, berwarna hijau kekuningan karena terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Tanda ini khas pada saat kita ingin menentukan waktu kematian.

Putrefaksi adalah proses yang dilakukan bakteri Clostridium welchii, dimana terjadi proses pembusukan dengan darah sebagai media pertumbuhan dan menghasilkan gas-gas alkane, H2S, dan HCN, serta asam amino dan lemak.

Autolisis adalah proses perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril oleh enzim pencernaan yang dilepaskan sel setelah proses kematian terjadi.

Proses dihinggapi Lalat
Lalat menempatkan telur pada mayat. 8-24 jam:

telur menetas menjadi belatung.

4-5 hari:

Belatung menjadi pupa

4-5 hari:

Lalat menjadi dewasa

Penilaian Pembusukan (dekomposisis dan Putrefekasi)
24 jam setelah kematian Pembusukan mulai terjadi
36 jam setelah kematian Kulit melepuh dan terbentuk blister,

Diikuti muncul belatung.

Dekomposisi organ yang cepat membusuk seperti laring, trachea, otat dan saluran digestif.

Dekomposisi organ yang lambat membusuk seperti uterus non-gravida dan prostat.

  1. Adiposera

Adiposera yaitu proses pembentukan jaringan menjadi lunak, sedikit licin karena minya, berbau busuk, cenderung putih, karena terjadi hidrolisis kadar lemak di jaringan. Dipicu oleh : lingkungan lembab, suhu tinggi, dan tidak ada aliran air. Dengan ini kita dapat menentukan waktu kematian korban.

  1. Mumifikasi

Mumifikasi yaitu proses terlepasnya kadar air jaringan, berlangsung sangat cepat mengakibatkan jaringan menjadi kering dan menghambat pembusukan. Ciri khasnya jaringan mengeras, mengering, berkeriput serta tidak terjadi pembusukan karena adar airnya sudah hilang. Contohnya mumifikasi pada firaun. Itulah cara yang dapat kita lakukan dalam menentukan waktu kematian.

REFERENSI
Forensik Klinik, Tanatologi, 2010

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *