Retensi Plasenta  : Gejala, Pemeriksaan dan Penanganan

retensi plasenta

Retensi plasenta adalah kejadian dimana plasenta tertinggal di rahim dan tidak keluar dengan sendirinya secara normal padahal secara alamiah dapat keluar sendiri segera setelah janin lahir. Ketika ini terjadi, proses manipulasi untuk mengeluarkan plasenta dari rahim dilakukan. Apabila tidak dikeluarkan segera maka dapat memicu infeksi, perdarahan yang mengancam jiwa dan kematian pada ibu.

Banyak ibu tidak menyangka bahwa melahirkan bayi, prosesnya bisa tidak sempurna. Proses melahirkan selesai bukanlah hanya selesai mengeluarkan bayi, tetapi juga mengeluarkan plasenta dari rahim. Kebanyakan wanita, proses ini terjadi segera setelah bayi keluar meskipun tidak serta merta otomatis. Jika tidak dapat keluar dan masih tersisa di dalam, maka disebut dengan retensi plasenta.

Bacaan Lainnya

Proses melahirkan setidaknya ada empat proses, yaitu:

  1. Pada stage pertama, melahirkan dimulai dengan kontraksi yang mengindikasikan rahim menyiapkan pengeluaran bayi.
  2. Wanita yang melahirkan bayi dimana bayi keluar menandakan stage kedua sudah berlangsung dan selesai.
  3. Pada stage ketiga/kala III, plasenta keluar dari rahim biasanya 30 menit setelah bayi lahir.
  4. Memasuki kala IV

Jika wanita tidak dapat mengeluarkan plasenta setelah 30 menit persalinan, maka harus segera dibantu untuk dikeluarkan baik dengan pemberian oksitosin dan manual plasenta. Jika tidak diobati, maka perdarahan hebat dan infeksi dapat terjadi yang sangat mengancam jiwa.

Secara umum terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam mengeluarkan plasenta, pertama natural dan termanage. Pendekatan natural membuat ibu mengeluarkan plasenta dengan sendirinya.

Sintometrin, oksitosin dan ergometrin digunakan untuk membuat rahim berkontraksi dan mendorong keluar plasenta. Jika ibu memiliki komplikasi tekanan darah tinggi dan preeklamsia selama kehamilan, sintocinon dapat diberikan. Tujuannya adalah mengurangi perdarahan hebat segera setelah bayi lahir.

Baca Juga:  Kista Ovarium : Kenali Gejala, Pencegahan hingga Tatalaksananya

Penyebab Retensi Plasenta

Berikut adalah penyebab tersering yang memicu terjadinya retensi plasenta, diantaranya:

  1. Plasenta perkreta : terjadi ketika plasenta tumbuh ke dalam dan berakar ke dinding rahim sehingga sulit dikeluarkan.
  2. Atonia uteri : terjadi ketika kontraksi rahim berhenti atau kontraksinya melemah sehingga plasenta tidak dapat keluar.
  3. Plasenta adherent : plasenta menempel di dinding rahim.
  4. Plasenta accreta : plasenta menempel dan berakar sampai lapisan muskuler (lapisan otot rahim).
  5. Plasenta trapped : plasenta terjebak didalam karena cervic (leher rahim) keburu menutup sebelum plasenta keluar dengan sempurna.

Dokter dapat membantu mencegah retensi ini dengan secara tanpa ragu sedikit menarik tali pusar. Namun harus berhati-hati dan tidak boleh terlalu kencang karena bisa merusak tali pusar dan membuatnya terputus sehingga plasenta masih berada di dalam. Manual plasenta perlu dilakukan.

Klasifikasi Retensi Plasenta

Retensi plasenta dapat dibedakan menjadi tiga jenis, diantaranya:

  1. Plasenta adheren

Plasenta adheren terjadi ketika kontraksi dari rahim tidak cukup untuk mengeluarkan plasenta. Hasilnya plasenta tertinggal dan menempel di dinding rahim. Ini adalah bentuk tersering dari retensi ini.

  1. Plasenta Trapped

Ketika plasenta berhasil terlepas dari dinding rahim tetapi gagal keluar, maka mengindikasikan plasenta trapped (plasenta terjebak). Ini biasanya terjadi ketika cervic tertutup segera sebelum plasenta keluar semua. Biasanya terjadi pada rahim bagian kiri.

  1. Plasenta Accreta

Ketika plasenta melekat pada dinding rahim bagian lapisan muskuler (lapisan otot), pengeluarannya relatif sulit dan sering menghasilkan perdarahan hebat. Tranfusi darah dan histerektomi kadang diperlukan karena menandakan plasentanya menempel di lapisan otot. Kejadian ini disebut dengan plasenta accreta.

Gejala Retensi Plasenta

Ketika plasenta gagal terlepas dari rahim dalam beberapa jam, maka dapat memicu gejala,seperti: Demam, keluar cairan bau dari area miss V, jaringan besar dari plasenta, perdarahan hebat dan nyeri yang tidak berhenti.

Baca Juga:  Keguguran : Jenis Aborsi hingga Pencegahannya

Adapun faktor risiko yang meningkatkan kejadian ini, diantaranya: kehamilan pada wanita dengan usia diatas 30 tahun, kehamilan prematur dengan usia gestasi kurang dari 34 minggu, keguguran, mengalami kala II lama atau tak maju.

Tatalaksana Retensi Plasenta

Pengobatan retensi ini adalah mengeluarkan plasenta yang tersisa di rahim ibu. Ada beberapa pilihan metode yang digunakan, seperti:

  1. Manual plasenta, memasukkan tangan dengan handscoon steril untuk mengeksplorasi plasenta yang tertinggal.
  2. Obat-obatan untuk mengkontraksikan rahim
  3. Menyusui dan menstimulasi area payudara karena dengan menyusui rahim akan berkontraksi

Adanya urin pada kandung kemih harus dikeluarkan karena kadag menyulitkan plasenta lahir. Jika semua metode gagal, maka rujuk segera pasien ke rumah sakit dengan fasilitas bedah karena dibutuhkan tindakan pembedahan emergensi.

Retensi ini tidak dapat dicegah, tetapi tidak akan mempengarui pada janin. Jika anak lahir prematur, maka risikonya meningkat. Penggunaan oksitosin membantu, dan sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir karena dikhawatirkan cervic keburu menutup. Jika sudah menutup, maka lebih sulit. Demikian, semoga mencerahkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *